Selasa, 16 Agustus 2011

Menjadi Lebih Baik

Manusia ingin hidupnya normal. Manusia ingin hidup sesuai dengan kepribadiannya yang sesungguhnya. Karena itu, manusia tidak ingin memerankan diri orang lain. Ia ingin tampil seperti apa adanya. Namun kadang-kadang hal ini sulit terjadi. Mengapa? Karena orang ingin bermain peran. Orang juga ingin memerankan diri orang lain. Akibatnya, yang tampil bukan dirinya sendiri. Yang tampil adalah diri orang lain.

Cate Blanchett berharap bisa jadi sosok yang sedikit lebih misterius. Aktris berusia 42 tahun yang main di film Robin Hood ini mulai merasa kuatir kehidupan pribadinya diekspos terlalu banyak. Akibatnya, penggemarnya kesulitan membedakan antara dia sebagai pribadi dan karakter yang diperankannya. Dia lebih senang dikenal karena pekerjaannya.

Ia berkata, "Secara pribadi, aku senang menjadi 'bunglon'. Bisa memainkan banyak peran. Tapi aku mulai bertanya-tanya, jangan-jangan aku sudah diekspos terlalu banyak sebagai Cate Blanchett, bukan karakter yang kuperankan."

Cate Blanchett pernah meraih penghargaan tertinggi di dunia film, yaitu piala Oscar. Ibu tiga orang anak ini berkata, "Memang menyenangkan bicara tentang menjadi seorang ibu, tentang suamiku, dan hal pribadi lainnya. Tapi, aku lebih senang orang fokus pada pekerjaanku. Aku tak mau menjadi apa yang kusebut sebagai penampil kepribadian dan berharap kalian melihat diriku, bukan karakterku di layar lebar."

Sahabat, tentu saja setiap dari kita ingin memerankan diri kita sendiri. Kita ingin menjadi diri kita sandiri. Kita tidak ingin memerankan kepribadian orang lain. Kita tidak ingin memiliki kepribadian ganda.

Karena itu, apa yang mesti kita buat? Yang mesti kita buat adalah pertama-tama kita menerima diri kita apa adanya. Kita tidak boleh menolak kepribadian yang sudah kita miliki itu. Dengan kepribadian yang kita miliki itu, kita berusaha untuk mengembangkannya semaksimal mungkin. Kita kembangkan diri kita menjadi orang yang kuat bertahan dalam perubahan-perubahan zaman. Kita tahu bahwa arus zaman dapat menjadi tantangan bagi kita dalam mengekslporasi kepribadian kita.

Hal berikutnya yang perlu kita lakukan adalah kita tidak perlu tergoda untuk menjadi diri orang lain. Belum tentu kepribadian orang lain yang kita lihat baik itu cocok dengan diri kita. Bisa saja hal itu menjadi jebakan bagi kita, sehingga kita tidak dapat bertumbuh dan berkembang dengan lebih baik.

Yang mesti kita lakukan adalah kita berusaha untuk menjadi lebih baik. Ini pangilan semua orang. Dengan cara-cara yang baik yang kita tempuh, kita ingin menjadi lebih baik lagi dalam perjalanan hidup kita. Kita tahu bahwa usaha untuk menjadi lebih baik itu tidak gampang. Ada banyak tantangan dan rintangan. Ada banyak jalan berliku yang mesti kita lewati.

Sebagai orang beriman, kita berusaha bersama Tuhan untuk memiliki kepribadian yang lebik. Sambil berusaha, kita mohon bantuan Tuhan, agar kita dibimbing untuk menjadi lebih baik. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Senin, 15 Agustus 2011

Berusaha Belaku Benar dan Jujur

Menjadi kaya raya memang tak dilarang. Namun, kalau mendadak jadi paling kaya, ya, itu yang bikin orang tercengang. Pemerintah pun jadi curiga. Ini kisah seorang terkaya di China yang harus mendekam di balik jeruji.

Namanya Huang Guangyu. Beberapa waktu lalu duitnya yang sejumlah 6,3 milyar dollar Amerika Serikat itu dituduh merupakan hasil manipulasi. Huang ikut bermain di pasar saham. Soalnya adalah cara yang dilakukannya adalah ilegal. Untuk dapat selalu menang, ia sering menggeluarkan uang suap.

Huang adalah bos besar grup Gome yang merupakan toko elektronik terbesar kedua di China. Akibat perbuatannya itu, pihak pemerintah menangkap Huang. Dugaannya adalah ia memanipulasi dua perusahaan masuk bursa saham, yakni Snlian Comersial Co dan Beijing Centergate Techonolgies Co.

Menurut hakim yang mengadilinya, Huang terbukti bersalah melakukan penyuapan pajak, bisnis saham ilegal. Ia juga memanipulasi bursa saham. Karena itu, selain masuk bui, ia juga harus membayar denda 600 juta yuan atau setara dengan 88 juta dollar AS.

Huang dituduh menawarkan uang suap sebesar 4,56 juta yuan atau sekitar 667.000 dollar AS kepada sejumlah pejabat. Pengadilan atas Huang merupakan kasus pertama terhadap orang kaya di China dan sekaligus mempresentasikan suatu pengadilan terhadap dunia swasta. Hal itu menunjukkan bahwa siapa pun warga China yang melakukan kejahatan, termasuk orang penting, harus diperlakukan sama di muka hukum.

Sahabat, sudahkah Anda mendapatkan perlakuan yang sama di muka hukum? Bukankah berbagai persoalan yang terjadi di negeri ini, karena yang kuat selalu menindas yang lemah? Bukankah manipulasi dan korupsi masih menjadi momok yang menakutkan di negeri ini?

Beberapa waktu lalu kita menyaksikan seorang nenek tua renta mesti mendekam di penjara lantaran mencuri beberapa buah kakao. Ia harus mengalami penderitaan atas apa yang dialaminya. Namun bagaimana dengan mereka yang telah menilap uang rakyat miliaran rupiah? Sudahkah mereka mendapatkan perlakuan hukum yang sama dengan nenek itu?

Kalau kita merefleksikan lebih dalam, kita mesti mengakui bahwa di negeri ini keadilan masih jauh dari harapan masyarakat. Akibatnya, sering kita saksikan ada penghakiman massa terhadap penjahat dan kejahatan yang dilakukan. Masyarakat mengambil inisiatif sendiri untuk menuntut kesamaan hak di muka hukum.

Kiranya kisah tadi memberi inspirasi bagi kita semua untuk berlaku benar dan jujur. Cara-cara yang melawan hukum mesti disingkirkan oleh setiap warga negara, agar kehidupan bersama menjadi lebih baik. Kalau kita ingin kesejahteraan terjadi dalam kehidupan kita, maka kita harus meninggalkan cara-cara yang melanggar hukum. Dengan demikian, hidup kita menjadi damai dan bahagia. Kita tidak perlu diseret ke meja hijau untuk diadili. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Sabtu, 13 Agustus 2011

Mengejar Kesuksesan

Namanya Sichiro Honda. Ia bukan berasal dari keluarga kaya. Ia berasal dari keluarga miskin. Sebenarnya kondisi seperti itu sudah menjadi kesimpulan bahwa ia akan tetap menjadi orang miskin. Apalagi prestasinya di sekolah terhitung sangat rendah. Ia tidak suka membaca. Ia termasuk anak yang nakal dan suka bolos. Akibatnya, hasil ulangannya selalu buruk.

Namun ketika duduk di kelas lima, bakat Soichiro dalam bidang sains mulai terlihat. Bahkan setiap kali pengajarnya memberikan pertanyaan, dengan mudah ia menjawab pertanyaan itu. Sayang, Soichiro hanya mampu menikmati bangku pendidikan hingga sekolah menengah pertama. Namun ia tidak mau menyesali nasibnya itu. Ia lalu memutuskan untuk melamar pekerjaan dan diterima sebagai montir.

Sewaktu saya bekerja sebagai pegawai rendahan (montir), saat itu benar-benar merupakan ujian ketabahan yang paling berat, yang pernah dihidupi seumur hidup saya. Namun di masa-masa setelah itu saya tidak takut lagi menghadapi rintangan apa pun berkat ketabahan saya selama menjdai kacung."

Ketabahan, ketekunan dan kerja kerasnya itu pun membuahkan hasil. Soichiro menjadi bos industri motor dan mobil Jepang bermerek terkenal 'Honda'.

Sahabat, kisah sukses Soichiro Honda mungkin satu dari sekian juta keberhasilan manusia. Banyak orang berdecak kagum mendengar kisah sukses Soichiro Honda ini. Bagaimana mungkin seorang montir rendahan bisa menjadi seorang taipan otomotif? Apalagi mereka otomotif yang dimilikinya bukan sembarangan. Namanya sendiri telah ia bubuhkan untuk merek otomotif tersebut, yaitu Honda.

Mungkin banyak orang berpikir bahwa Honda yang sekarang menjadi salah satu kendaraan yang merajai dunia itu tumbuh dari kebesaran. Ternyata tidak. Honda itu tumbuh dari seorang bernama Soichiro. Ia membangunnya dari kerja keras penuh ketekunan dan kesabaran.

Kisah ini mau mengatakan kepada kita bahwa kesuksesan tidak diraih dengan hanya bermimpi. Kesuksesan diraih melalui kerja keras. Orang mesti melewati berbagai macam rintangan dan tantangan untuk meraih sukses. Orang mesti membangun kesuksesan itu dari berkali-kali jatuh dan bangun kembali.

Karena itu, orang mesti berjuang untuk meraih kesuksesan. Orang tidak perlu menunggu kesuksesan itu mendatanginya. Tetapi orang mesti mengejar kesuksesan itu. Caranya adalah dengan bekerja keras dengan penuh ketabahan. Ketika orang mengalami kegagalan dalam usahanya, orang tidak perlu meratapinya. Yang mesti dilakukan adalah orang mesti bangun kembali dengan menganalisa kelemahan-kelemahannya. Orang mesti berusaha menemukan titik-titik kegagalan itu untuk membuat strategi-strategi baru.

Sebagai orang beriman, usaha kita mengejar kesuksesan dan kebahagiaan tentu selalu bersama Tuhan. Kita yakin bahwa Tuhan dapat membantu kita dalam usaha-usaha kita merebut kesuksesan itu. Karena itu, mari kita sertakan Tuhan dalam usaha-usaha kita. Dengan demikian, kebahagiaan menjadi bagian hidup kita. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ

Jumat, 12 Agustus 2011

Berani Mengorbankan Hidup

Menjelang pertengahan bulan, pusing mulai melanda seorang bapak. Pekerja kontrak di sebuah rumah sakit terkenal di Jakarta ini harus memikirkan biaya tambahan bagi anak keduanya yang baru saja lulus SMP. Anaknya itu harus melanjutkan sekolahnya ke tingkat SMA. Artinya, ia mesti menyiapkan biaya tambahan untuk sang anak. Padahal gaji pria berusia 42 tahun ini tidak besar.

"Kalau masuk SMA swasta, uang masuk sekitar Rp 2 juta. Kalau ke sekolah negeri, belum tentu dapat. Ah, pusing," kata bapak yang sehari-hari bertugas membersihkan salah satu bagian selasar rumah sakit itu.

Sebagai pegawai lepas, ia diupah Rp 41.000 per hari. Kalau absen, melayanglah upah hari itu. Bila dikumpulkan, ia menerima sekitar Rp 1,2 juta per bulan. Uang itulah yang menjadi satu-satunya sumber keluarga lantaran istrinya tidak bekerja. Dengan uang itu, ia menghidupi istri dan empat orang anaknya. Mereka memilih tinggal di Citayam, karena biaya hidup di daerah ini lebih murah ketimbang di Jakarta, termasuk biaya sekolah.

Setiap bulan, keluarga ini menyisihkan Rp 200.000 untuk iuran pendidikan dua anak mereka yang duduk di kelas III SMP dan I SD. Sisanya digunakan untuk makan dan transportasi bapak itu ke tempat kerja.

Sahabat Sonora, kehidupan manusia ternyata tidak segampang yang dipikirkan banyak orang. Apalagi hidup yang dialami mereka yang berpenghasilan pas-pasan. Mereka harus berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar hidup mereka. Mereka harus berjuang mati-matian untuk mendapatkan sesuap nasi.

Kisah Yudi tadi menunjukkan kepada kita bahwa usaha keras mesti ia lakukan demi keberhasilan anak-anaknya. Ia mesti mengorbankan hidupnya demi orang-orang yang disayanginya. Ada tantangan yang mesti ia hadapi. Ada rintangan yang mesti ia lewati. Dan ketika ia berhasil melewati rintangan-rintangan itu, ia akan mengalami sukacita. Kegembiraan menjadi bagian dari hidupnya.

Tentu saja suatu kesuksesan dalam hidup diraih melalui korban. Orang mengatakan bahwa keberhasilan itu diraih berkat tetes-tetes airmata yang dicucurkan. Orang yang mau berhasil tanpa berkorban hanyalah bermimpi.

Orang yang mencintai sesamanya tanpa berkorban juga hanyalah suatu mimpi. Karena itu, orang yang sungguh-sungguh mencintai sesamanya mesti berani mengorbankan hidupnya bagi yang dicintainya itu.

Karena itu, orang beriman mesti berani mengorbankan hidupnya demi kebaikan hidup sesamanya. Ketika seseorang mengorbankan hidupnya demi mereka yang dicintainya, ia akan menemukan hidup ini menjadi lebih bermakna. Hidup ini menjadi lebih indah. Mari kita berusaha untuk terus-menerus berkorban demi mereka yang kita cintai. Dengan demikian, hidup ini menjadi semakin indah dan damai. Hidup ini bukan menjadi beban, tetapi menjadi berkat bagi banyak orang. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Kamis, 11 Agustus 2011

Menyadari Kehadiran Tuhan dalam Hidup

Masih adakah mukjijat dalam hidup kita? Apakah Tuhan masih memperhatikan hidup kita? Mungkin pertanyaan-pertanyaan ini sering timbul tenggelam dalam hidup kita. Apalagi ketika kita mengalami penderitaan.

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini muncul dalam hidup kita. Kadang-kadang pertanyaan-pertanyaan seperti ini merupakan cerminan ketidakpercaayaan karena musibah yang kita alami. Dalam kondisi terpuruk seperti itu, kita bisa mempertanyakan kebaikan Tuhan. Kita mempertanyakan kehadiran Tuhan dalam hidup kita.

Namun dalam perjalanan hidup manusia kita mesti mengatakan bahwa Tuhan masih tetap hadir dalam hidup kita. Hal ini terjadi dalam hidup seorang bocah berusia 9 tahun bernama Ruben van Assouw. Ia adalah satu-satunya korban selamat dalam kecelakaan pesawat di Tripoli, Libya, pada Rabu, tanggal 12 Mei 2010. Ia ditemukan hidup di puing-puing pesawat Airbus A330 milik Afriqiyah Airways itu. Pesawat itu jatuh saat hendak mendarat di Tripoli dalam penerbangan dari Johannesburg. Kecelakaan itu sendiri menewaskan 103 penumpangnya.

Bukankah hal ini menunjukkan bahwa Tuhan masih ada? Bukankah Tuhan masih tetap menemani perjalanan hidup manusia? Karena itu, Daily Mail, sebuah harian di Inggris, memberi judul Anak Ajaib saat menulis tentang Ruben. Atau Harian Bild dari Jerman memberi judul Keajaiban dari Tripoli.

Mengapa terjadi keajaiban? Karena Tuhan hadir. Tuhan memberikan perlindungan kepada umatNya. Keajaiban itu terjadi karena Tuhan tidak mau membiarkan manusia binasa begitu saja. Tuhan mau mengatakan kepada manusia bahwa Tuhan tetap peduli terhadap kehidupan. Ruben menjadi saksi kebaikan Tuhan itu. Ruben menjadi tanda bahwa Tuhan tetap mencintai manusia.

Sahabat, apakah Anda juga merasakan kebaikan Tuhan, ketika Anda sedang mengalami musibah? Ketika Anda mengalami bahwa hidup ini begitu penat oleh berbagai beban kehidupan, apakah Anda masih merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup Anda? Atau justru sebaliknya, Anda justru tidak merasakan kehadiran Tuhan dalam pergulatan hidup Anda?

Tentu saja saya yakin, Anda masih merasakan kebaikan Tuhan dalam hidup Anda. Tuhan hadir dalam berbagai cara, ketika Anda mengalami musibah dalam hidup ini. Tuhan hadir melalui orang-orang yang membantu Anda dalam musibah itu. Misalnya, Anda mengalami kecelakaan lalulintas, ada orang-orang yang dengan tulus hati membawa Anda ke rumah sakit. Ada orang-orang yang merawat dan menjaga Anda. Mereka memperhatikan keselamatan jiwa Anda.

Sebagai orang beriman, kita yakin bahwa Tuhan punya seribu satu cara untuk menghadirkan diri dalam hidup kita. Kehadiran Tuhan itu melulu demi kebahagiaan kita. Karena itu, yang mesti kita sadari adalah kebaikan Tuhan yang senantiasa melimpah bagi hidup kita. Kasih Tuhan tetap menyertai perjalanan hidup kita. Untuk itu, hidup kita sendiri mesti menjadi saksi kebaikan Tuhan. Hidup kita sendiri mesti menampakkan kasih Tuhan terhadap manusia. Mari kita tetap menghidupi kasih Tuhan dalam hidup kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Rabu, 10 Agustus 2011

Menumbuhkan Keseimbangan dalam Hidup

Keseimbangan hidup merupakan dambaan setiap orang dalam hidup ini. Orang yang dapat menciptakan keseimbangan dalam hidupnya akan menemukan hidup ini begitu bermakna. Hidup ini memilki suatu kegembiraan yang luar biasa. Orang akan menjalani hidup ini dengan suatu optimisme yang tinggi.

Untuk itu, orang mesti fokus pada tujuan hidupnya. Orang tidak bisa hidup semau gue. Orang mesti memiliki rencana-rencana hidup yang pasti. Bukan asal hidup dari hari ke hari. Orang yang asal hidup saja akan menemukan hidup ini kurang bermakna. Hidup ini akan membosankan. Dan orang seperti ini akan menjalani hidup ini dengan penuh pesimisme. Tentu saja kita tidak mau seperti ini.

Jessica Alba, seorang aktris Hollywood membutuhkan keseimbangan hidup itu. Ia ingin menjalani hidup ini secara normal. Ia tidak mau hidup seperti peran-peran yang ia lakoni dalam film-film yang dibintanginya. Walaupun tahun ini mendapatkan banyak proyek pembuatan film, Alba menuturkan, yang menjadi prioritasnya bukan lagi karier di dunia layar lebar.

Alba yang bermain dalam film berjudul The Killer Inside Me ini berkata, "Prioritas saya berubah sejak punya anak. Sekarang fokus saya bagaimana memberikan yang terbaik untuk anak. Jadi, saya harus menemukan keseimbangan antara menjadi ibu di rumah dan bekerja."

Ia ingin menjalani hidup ini secara normal. Ia butuh keseimbangan untuk memiliki hidup yang normal itu. Ibu dari Monor Marie ini berkata, "Sehari-hari saya adalah orang normal, yang bergaul bersama keluarga dan teman-teman secara normal. Saya tetap warga biasa, meski bekerja sebagai pemain film."

Sahabat, tentu kita semua ingin menjalani hidup ini secara normal. Artinya, kita mendambakan keseimbangan antara hidup sehari-hari dengan pekerjaan kita. Kita tidak ingin pekerjaan atau karier kita menguasai seluruh hidup kita. Kita tidak ingin hidup kita dikuasai oleh kesibukan-kesibukan kita di luar rumah saja.

Kita butuh waktu untuk menjalani hidup ini secara normal bersama orang-orang yang kita cintai. Kita ingin mengungkapkan kasih kita kepada sesama melalui kehadiran kita yang intens di dalam keluarga kita. Kita tidak hidup hanya untuk bekerja atau mengejar kesuksesan dalam karier. Tetapi kita hidup untuk membahagiakan diri kita dan orang-orang yang kita cintai.

Karena itu, kita butuh keseimbangan dalam hidup ini. Kita butuh keseimbangan dalam membangun relasi dengan sesama. Kita butuh keseimbangan dalam kehidupan rohani kita. Kita butuh keseimbangan untuk membangun relasi pribadi dengan Tuhan yang kita imani melalui doa-doa kita.

Ketika keseimbangan itu terjadi dalam hidup ini, kita akan mengalami suasana yang membahagiakan. Kita akan mengalami betapa hidup ini memiliki makna yang begitu dalam bagi kita.

Karena itu, mari kita berserah diri kepada Tuhan. Dengan cara ini, kita dapat tetap setia kepada Tuhan dan sesama. Kita dapat membangun keseimbangan itu bersama Tuhan. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ

Selasa, 09 Agustus 2011

Tuhan Selalu Membantu Kita melalui Sesama

Suatu hari seorang pemuda terjatuh. Kakinya terpeleset saat berjalan di trotoar. Lututnya terpelecok. Ia merasakan sangat sakit. Ia berteriak meminta pertolongan. Orang-orang berdatangan mengerumuninya. Lantas empat orang lelaki segera membawanya ke rumah sakit terdekat. Ia kemudian dirawat di rumah sakit tersebut dengan jaminan mereka.

Beberapa hari kemudian ia boleh pulang ke rumahnya dengan lutut yang diperban. Keempat orang lelaki itu sudah menghilang dari hidupnya. Namun mereka telah membayar semua biaya perawatannya. Pemuda itu tidak bisa mengerti mengapa di zaman seperti ini masih ada orang yang punya kepedulian yang begitu besar terhadap sesamanya.

Namun pemuda itu tetap bersyukur atas kebaikan keempat lelaki itu. Ia telah menerima kebaikan itu. Ia tidak perlu menderita lebih lama lagi. Apalagi ia sendiri tidak punya banyak uang untuk membiayai pengobatan lututnya. Sebagai gantinya, ia mendoakan mereka, agar Tuhan memberi mereka kesehatan yang baik.

Menurut pemuda itu, bantuan yang ia butuhkan itu berasal dari Tuhan sendiri. Tuhan telah menggunakan sesamanya untuk membantu dirinya. Ternyata Tuhan masih ada. Tuhan tidak meninggalkan dirinya di saat ia sangat membutuhkan bantuan. Tuhan membantunya melalui orang lain, meski ia sendiri tidak mengenal mereka.

Sahabat, kita sering terjebak dalam persoalan-persoalan hidup kita sendiri. Kita tidak tahu bagaimana kita mesti keluar dari persoalan-persoalan itu. Ada yang kemudian lari dari persoalannya. Akibatnya, orang seperti ini merasa selalu dikejar-kejar oleh persoalan hidupnya. Hidupnya menjadi tidak bahagia. Ia menjadi orang yang mudah dikuasi oleh persoalan-persoalan hidup.

Apa yang mesti dilakukan, agar orang tidak melarikan diri dari persoalan-persoalan hidupnya? Yang mesti dilakukan adalah orang membuka hatinya kepada sesamanya. Orang berani meminta bantuan dari sesamanya. Orang mesti yakin bahwa Tuhan bekerja melalui sesama dalam hidup sehari-hari.

Untuk itu, orang mesti berani merendahkan hatinya. Orang tidak boleh menganggap dirinya dapat menyelesaikan persoalan-persoalan hidupnya dengan kekuatannya sendiri. Tuhan telah memberikan sesama bagi hidup kita untuk membantu kita dalam hidup ini. Karena itu, manusia disebut makhluk sosial. Makhluk yang tidak bisa hidup untuk dirinya sendiri. Manusia selalu hidup bersama orang lain.

Karena itu, sebagai orang beriman, kita mesti selalu menghargai keberadaan sesama di sekitar kita. Kisah tadi memberi kita inspirasi untuk senantiasa menghargai kehadiran sesama itu. Tuhan hadir dalam setiap langkah hidup kita. Tuhan siap memberikan bantuan kepada kita di saat kita mengalami persoalan-persoalan dalam hidup ini. Karena itu, mari kita membuka hati kita kepada Tuhan melalui sesama yang ada di sekitar kita. Kita membiarkan diri kita dibantu oleh Tuhan melalui sesama kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Senin, 08 Agustus 2011

Bersyukur atas Belas Kasih Tuhan

Ungkapan syukur atas keberhasilan dapat diungkapan melalui berbagai cara. Ada yang mengungkapkannya melalui pesta dengan mengundang teman-temannya. Ada yang mengungkapkannya dengan cara berteriak-teriak. Ada yang bersyukur dengan mengadakan ibadah syukuran.

Seniman Nyoman Nuarta beberapa waktu lalu sibuk menggarap proyek kawasan wisata di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Ia membangun patung sebagai ungkapan syukur masyarakat. eria berusia 60 tahun ini berkata, "Saya membangun patung sebagai ungkapan syukur masyarakat Tapanuli Tengah, karena terhindar dari tsunami yang melanda Aceh."

Patung tersebut diberi nama Patung Anugerah. Patung itu setinggi 60 meter. Namun pembuatan patung itu tidak hanya untuk mengungkapkan rasa syukur masyarakat. Pembuatan patung itu juga sebagai upaya meningkatkan kunjungan wisata ke tempat ini.

Menurut Nyoman Nuarta, selama ini pariwisata di negeri ini selalu menumpang pada obyek-obyek wisata yang sudah menjadi warisan turun-temurun. Karena itu, sejak membangun kompleks wisata Garuda Wisnu Kencana di Bali, Nuarta selalu berusaha membangun patung, lengkap dengan kawasan wisatanya.

Tentang hal ini, ia berkata, "Obyek wisata itu investasi, jadi harus diciptakan. Di sini daerahnya indah, tetapi jarang yang mau investasi."Z

Sahabat, sikap syukur atas keberhasilan yang kita capai mesti menjadi bagian dari hidup kita. Mengapa? Karena kita ini makhluk yang hanya mengandalkan kasih karunia dari Tuhan. Kita hanya bisa hidup dengan baik, karena belas kasih Tuhan. Orang yang mampu bersyukur itu orang yang merendahkan dirinya di hadapan Tuhan. Orang yang tidak menganggap dirinya mampu mengatasi segala persoalan yang dihadapinya.

Untuk itu, sikap syukur kita mesti datang dari hati yang tulus. Artinya, sikap syukur itu tumbuh dari hati yang rendah hati. Hati yang senantiasa menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Hati yang ingin kebaktiannya kepada Tuhan sebagai suatu bentuk ucapan terima kasih atas belas kasih Tuhan itu.

Namun sering manusia mengucap syukur atas kebaikan Tuhan itu berdasarkan prestasi yang diraihnya. Seolah-olah prestasi-prestasi hebat yang diraih itu hanyalah usaha manusia belaka. Karena itu, orang merasa memiliki kemampuan untuk bersyukur kepada Tuhan.

Karena itu, sebagai insan beriman, kita diajak untuk senantiasa mengungkapkan syukur kita kepada Tuhan dengan hati yang tulus. Kita tidak bersyukur hanya ketika kita meraih prestasi-prestasi dalam hidup ini. Namun kita mesti senantiasa bersyukur atas kasih karunia Tuhan yang telah kita terima. Dengan demikian, kita menjadi orang yang memiliki hidup yang damai dann tenteram. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Minggu, 07 Agustus 2011

Lawan Rasa Takut

Setiap orang pasti pernah mengalami rasa takut. Orang takut akan hal-hal yang mengancam diri dan hidupnya. Orang takut kehilangan dirinya. Orang takut tidak punya kawan dalam hidup. Orang takut menghadapi persoalan-persoalan hidupnya. Orang takut untuk mati muda, karena orang ingin hidup lebih lama dan lebih berguna bagi diri dan sesamanya. Karena itu, orang berusaha untuk melenyapkan rasa takut dari dirinya.

Persoalannya adalah mengapa orang takut? Mungkin ini pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh setiap manusia. Ketika orang menemukan jawabannya, orang akan mengalami kebahagiaan dalam hidupnya. Ketika orang berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan ini, orang tidak perlu merasa takut lagi akan hidupnya.

Eva Mendes, seorang aktris film, mengatakan bahwa salah satu ketakutan yang dialaminya adalah takut tenggelam. Karena itu, Eva yang membintangi fim The Bad Lerutenant ini berusaha keras untuk belajar berenang. Perempuan berusia 37 tahun ini percaya bahwa sangat penting orang bisa mengatasi ketakutan dalam hidup.

Tentang usahanya itu, ia berkata, "Aku berusaha melawan ketakutanku. Aku berusaha jujur pada diri sendiri dan menghadapi ketakutan itu. Aku tak bisa berenang, jadi aku minta temanku tidak memberikan pelampung. Aku tahu itu gila, tetapi aku melakukannya dan berhasil."

Sahabat, sering orang membiarkan rasa takut menjadi bagian dari hidupnya. Seolah-olah orang tidak punya kekuatan untuk melawan rasa takut itu. Akibatnya, rasa takut itu menguasai dirinya. Orang tidak bisa melepaskan diri dari rasa takut itu. Padahal rasa takut itu dapat membuat orang tidak berkembang dengan baik. Orang tidak bisa bertumbuh secara maksimal.

Karena itu, kalau orang ingin bertumbuh dengan baik, orang mesti berusaha untuk melawan rasa takut yang ada dalam dirinya. Apa yang dilakukan oleh Eva Mendes menjadi salah satu contoh bagaimana orang mesti berusaha untuk keluar dari rasa takut itu. Orang mesti berusaha untuk jujur pada dirinya sendiri. Orang tidak perlu menutup-nutupi kekurangan dirinya. Orang mesti terbuka untuk meminta bantuan orang lain untuk mengatasi rasa takut yang ada dalam dirinya. Dengan demikian, orang dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik.

Sebagai orang beriman, kita juga meminta bantuan dari Tuhan yang kita imani. Untuk itu, orang mesti tidak takut membuka hatinya kepada Tuhan. Orang mesti membiarkan Tuhan hadir di dalam hidupnya untuk mengatasi rasa takut itu. Dengan demikian, hidup bahagia yang menjadi bagian dari hidupnya. Bukan rasa takut yang menguasi diri kita. Orang yang takut itu orang yang kurang beriman. Orang yang takut itu terlalu mengandalkan dirinya sendiri. Hal ini juga berarti orang menyombongkan dirinya.

Mari kita berusaha untuk terus-menerus membuka hati kita kepada Tuhan. Dengan demikian, hidup kita dipenuhi oleh kuasa Tuhan. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Sabtu, 06 Agustus 2011

Cermat dan Kritis terhadap Tawaran si Jahat

Ada seorang pemuda yang membenci dirinya sendiri. Pasalnya, ia merasa hidupnya tidak pantas. Ia mengaku selalu jatuh ke dalam dosa yang berat. Ia sudah berjuang habis-habisan untuk melawan dosa-dosanya itu. Namun ia merasa tidak mampu. Sebelum tidur malam, ia sudah berjanji untukk tidak lagi melakukan dosa keesokan harinya. Namun ia masih melakukan dosa yang mengganggu pikirannya.

Karena itu, pemuda itu merasa lebih baik ia mengakhiri hidupnya. Ia merasa tidak kuat menghadapi godaan-godaan. Ia ingin hidup suci, tetapi godaan-godaan untuk melakukan dosa selalu menghantui dirinya. Ia ingin hubungannya dengan Tuhan dan sesama selalu harmonis. Namun yang ia jumpai adalah ia semakin jauh dari Tuhan. Dosa-dosa yang ia lakukan itu membuat relasinya dengan Tuhan dan sesama selalu buruk.

Keputusannya adalah ia membenci dirinya sendiri. Ia merasa bahwa hasrat dirinya untuk melakukan dosa selalu mengalahkan kehendak baiknya. Namun suatu ketika ia disadarkan oleh seorang yang suci. Orang suci itu mengatakan kepadanya bahwa ia tidak perlu membenci dirinya sendiri. Justru ketika ia membenci dirinya itu, ia akan gagal dalam usaha untuk keluar dari dosa-dosanya. Yang mesti ia lakukan adalah menciptakan situasi untuk mencintai dirinya sendiri.

Sahabat, kita hidup dalam dunia yang menggoda kita untuk mengikuti kemauan-kemauan si jahat. Si jahat selalu menawarkan hal-hal yang seolah-olah baik untuk diri kita. Si jahat menawarkan orang untuk meraih kekayaan dalam waktu yang singkat dengan cara yang tidak halal. Si jahat selalu berusaha membuka mata kita untuk menerima dan menghidupi tawarannya. Kalau kita tidak cermat dan kritis, kita dengan gampang akan mengikutinya.

Karena itu, seorang beriman dituntut memiliki hati nurani yang jernih. Artinya, orang beriman selalu cermat dan kritis ketika berhadapan dengan suatu godaan. Orang beriman tidak mudah menyerah terhadap setiap bentuk godaan dari si jahat. Mengapa? Karena apa yang ditawarkan si jahat itu hanya bersifat semu. Apa yang ditawarkan oleh si jahat itu hanya memberikan kebahagiaan sesaat saja. Yang ditawarkan si jahat itu hanya akan menghancurkan hidup kita.

Kita saksikan begitu banyak orang menderita, karena mengikuti tawaran-tawaran si jahat. Orang yang mau menjadi kaya dalam waktu yang singkat kemudian merampok harta kekayaan orang lain dengan kasar. Bahkan orang mengorbankan hidup sesamanya hanya demi kekayaan.

Atau ada orang yang merampas uang rakyat dengan tindakan korupsi. Tindakan korupsi itu dosa yang selalu menghantui dirinya. Akibatnya, ia tidak tenang dalam hidupnya. Ia berusaha untuk menghindar, namun tidak bisa. Sampai suatu saat ia dihadapkan ke pengadilan atas tindakan korupsi itu. Ia akan mengalami hidup yang menderita, kalau ia divonis bersalah. Si jahat telah membawa dirinya kepada kehancuran.

Karena itu, mari kita cermat dan kritis terhadap tawaran-tawaran si jahat. Dengan demikian, hidup kita menjadi damai dan tenteram. Kita dapat bersukacita dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Jumat, 05 Agustus 2011

Wariskan Kebaikan kepada Sesama

Banyak orang merasa bahwa hidupnya akan menjadi lengkap, kalau mendapatkan warisan dari pendahulunya. Bahkan ada orang-orang yang memburu warisan itu. Akibatnya, sering terjadi konflik karena persoalan warisan. Orang-orang yang bersaudara pun bisa mengalami konflik, karena warisan itu. Hidup persaudaraan menjadi tidak harmonis. Sesama saudara menjadi saling curiga.

Ikang Fawzi merasa lega, karena satu dari dua anak gadisnya, si bungsu Chikita Fawzi, meneruskan jejaknya sebagai penyanyi rock. Chikita yang kini bekerja di bidang animasi di Malaysia memiliki band beraliran rock. Ia aktif tampil di pentas-pentas musik di Malaysia.

Pria berusia 51 tahun ini berkata, "Di Malaysia, dia jadi animator. Meski banyak kerja malam, ternyata dia masih punya waktu untuk main band."

Ikan Fawzi semakin bangga setelah menyaksikan penampilan Chikita di atas panggung. Menurutnya, Chikita pantas diberi acungan jempol. Ia berkata, "Ternyata dia bisa menyanyi dengan baik. Suaranya punya kekuatan. Dia enggak sekadar menyanyi di atas panggung."

Ikang tidak menyangka Chikita akan mewarisi bakatnya. Tentang hal ini ia berkata, "Sejak umur enam tahun memang dia belajar piano, gitar juga. Tapi, selebihnya dia belajar sendiri saja."

Karena itu, yang ia lakukan adalah mendukung sepak terjang anak gadisnya itu. Apa pun yang dia mau, sebagai orangtua, ia mendukung. Ikang berkata, "Apalagi dulu, saya sempat sedih karena enggak ada yang meneruskan jejak saya. Sekarang saya bangga..."

Sahabat, apa yang Anda wariskan bagi anak-anak Anda? Harta yang berlimpah-limpah? Atau yang Anda wariskan adalah kemampuan-kemampuan yang ada dalam diri Anda? Tentu saja Anda boleh mewariskan apa saja kepada anak-anak Anda. Namun satu hal yang penting adalah warisan yang Anda berikan itu mesti membantu anak-anak Anda menjadi orang-orang yang baik.

Pepatah mengatakan buah yang jatuh itu tidak jauh dari pohonnya. Bakat-bakat yang ada dalam diri seseorang itu juga diwariskan kepada anak-anaknya. Soalnya adalah apakah warisan berupa bakat-bakat itu dapat diteruskan dengan baik? Atau sebaliknya, bakat-bakat itu dibiarkan terlantar dan tidak dikembangkan dengan baik?

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa warisan yang kita tinggalkan bagi penerus kita mesti sesuatu yang baik. Kebaikan yang ada dalam diri kita mesti kita wariskan kepada penerus kita. Semangat hidup kita yang baik menjadi sesuatu yang berguna bagi mereka yang akan membangun hidup yang lebih baik.

Sebagai orang beriman, kita wariskan iman yang baik dan benar kepada orang-orang yang kita jumpai. Orang mewariskan iman yang dimiliki itu kepada sesamanya. Dengan demikian, iman itu bertumbuh dan berkembang dalam hidup sehari-hari. Namun yang diwariskan itu bukan hanya iman. Yang diwariskan itu juga perbuatan-perbuatan yang baik. Mengapa? Karena iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati. Iman itu tampak dalam perbuatan yang baik dan benar. Mari kita wariskan perbuatan-perbuatan yang baik kepada sesama kita. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ

Kamis, 04 Agustus 2011

Meraih Kebahagiaan dengan Cara-cara yang Wajar

Mengikuti keinginan diri bisa-bisa membuat orang ketagihan. Kalau orang tidak dapat mengendalikan keinginan-keinginannya, orang dapat memiliki ketergantungan yang terus-menerus. Karena itu, orang mesti berani membatasi keinginan dirinya. Yang penting bukan memenuhi keinginan itu. Tetapi yang lebih penting adalah orang merasa bahagia dalam hidupnya.

Penyanyi Nindy sudah tak sabar untuk segera kembali lagi ke Kota Solo, Jawa Tengah. Bukan untuk mencari makanan enak atau belanja batik, tetapi ia ingin menari. Keinginan menari itu meluap setelah selama tiga hari sejak Selasa tanggal 4 Mei 2010 lalu, perempuan kelahiran Padang, Sumatera Barat, itu bergabung dengan para penari dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

Tentang menari, ia berkata, "Menari itu ternyata sangat menyenangkan. Badanku tidak capek, malah jadi lebih enak. Aku jadi kepengin (menari) terus."

Penyanyi bernama lengkap Anindya Yandirest Ayunda berusia 22 tahun ini ikut dalam sebuah pentas musikal di Jakarta. Karena itu, ia belajar menari. Tentang latihan menari itu, ia berkata, "Awalnya sulit dan badanku sakit. Itu karena baru pertama kali aku nyoba. Tetapi, setelah dicoba terus, ternyata menyenangkan dan aku suka. Aku pengin cepat-cepat kembali ke Solo."

Sahabat, apa yang dilakukan Nindy merupakan suatu contoh betapa dahsyatnya terpenuhinya keinginan seseorang. Namun orang tidak boleh berhenti pada terpenuhinya suatu keinginan diri sendiri. Orang harus memilah manfaat keinginannya itu bagi kepentingan yang lebih besar. Kalau orang hanya sampai pada usaha meraih keinginan, orang akan cepat bosan dalam hidupnya.

Tentu saja pengalaman Nindy dalam kisah tadi bukan hanya sekedar memenuhi keinginan diri pribadinya. Ia berlatih keras sampai berguling-guling di lantai untuk suatu tujuan yang lebih besar. Berlatih menari itu hanya sebuah sarana untuk mencapai tujuan tampil prima dalam pentas musikal. Ketika ia berlatih dengan baik dan benar, ia mengalami bahagia.

Dalam kehidupan beriman, orang mesti mengalami proses dalam hidupnya. Proses kehidupan itu dijalani dengan suatu usaha keras untuk meraih kebahagiaan diri dan sesama. Hidup orang beriman itu tidak hanya mencari keuntungann bagi dirinya sendiri. Orang beriman tidak hidup untuk dirinya sendiri. Tetapi orang beriman itu selalu berusaha membahagiakan diri dan sesamanya.

Karena itu, dalam meraih kesuksesan dalam hidup, orang beriman mesti berani bekerja bersama yang lain. Orang yang mau terbuka terhadap sesama akan mengalami sukacita dalam hidupnya. Orang akan mengalami bahagia dalam hidup ini. Orang tidak perlu mencari-cari kebahagiaan dengan cara-cara yang tidak manusiawi.

Mari kita berusaha untuk meraih kebahagiaan hidup dengan cara-cara yang wajar dan manusiawi. Kita tidak perlu memaksakan diri kita. Dengan demikian, hidup kita menjadi lebih bahagia. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Rabu, 03 Agustus 2011

Meraih Kebahagiaan dalam Hidup

Setiap orang mendambakan hidup yang bahagia. Untuk itu, ada berbagai usaha untuk meraih hidup yang bahagia. Ada yang kemudian bekerja mati-matian untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya harta kekayaan. Ada yang memuaskan diri dengan berekreasi ke tempat-tempat wisata yang indah permai. Ada yang mengunjungi sebanyak mungkin teman-temannya.

Namun sering orang salah tanggap. Orang merasa bahwa kebahagiaan itu dicapai setelah keinginan-keinginannya terpenuhi. Apalagi keinginan yang terbesar dalam hidup itu sudah terpenuhi, orang akan merasa sangat senang. Orang seolah-olah merasa berada dalam surga. Orang merasa puas. Orang merasa diliputi sukacita yang tiada tara.

Ada seorang gadis yang merasa senang luar biasa, ketika keinginannya untuk bertunangan dengan pria yang diidam-idamkannya terpenuhi. Hatinya berbunga-bunga. Hari-harinya selalu dikuasi oleh perasaan tenang. Namun setelah beberapa bulan, ia mulai merasa bahwa apa yang telah dicapinya itu sebenarnya membuat dirinya tidak bebas lagi. Ia merasa sedih. Apalagi ia seorang gadis karier yang mesti menentukan segala sesuatu untuk kelanjutan hidupnya.

Gadis itu merasa kariernya terancam. Ia tidak habis pikir mengapa hal itu bisa terjadi. Padahal ia telah memutuskan sendiri memiliki pemuda yang menjadi dambaannya. Ia tidak merasa bahagia. Ia merasa ada sesuatu yang hilang dari hidupnya. Ia merasa bahwa hidupnya pun terancam.

Sahabat, kebahagiaan itu bukan hanya soal terpenuhinya keinginan kita. Boleh saja kita meraih keinginan-keinginan yang ada dalam diri kita. Namun bisa saja terjadi bahwa keinginan-keinginan itu justru memasung diri kita. Keinginan-keinginan itu dapat membuat kita tidak bahagia dalam hidup.

Karena itu, orang mesti memiliki pengertian yang benar tentang kebahagiaan. Pengertian yang salah tentang kebahagiaan dapat menyebabkan hidup kita sengsara. Kita dapat menderita lebih parah, ketika kita hanya menyamakan terpenuhinya keinginan dengan kebahagiaan. Untuk itu, orang mesti menguji keinginan-keinginan hatinya. Jangan-jangan keinginan hatinya itu hanya semu belaka. Dengan demikian, orang tidak terjebak pada hanya mengandalkan terpenuhinya keinginan-keinginannya.

Kebahagiaan itu berarti orang memiliki rasa hidup yang benar. Kebahagiaan itu dicapai ketika orang menjalani hidup ini dengan enak, sesuai kebutuhan, seperlunya, secukupnya, semestinya, dan sebenar-benarnya. Kalau orang masih terpasung oleh ambisi pribadi untuk memenuhi keinginan-keinginannya saja, orang gagal meraih kebahagiaan. Orang tidak merasa enak dalam hidupnya. Orang selalu merasa kekurangan dalam hidupnya. Orang belum hidup sebenar-benarnya.

Karena itu, mari kita berusaha mengurangi keinginan-keinginan diri kita. Dengan demikian, kita dapat meraih kebahagiaan hidup yang sebenar-benarnya. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Selasa, 02 Agustus 2011

Meningkatkan Kepedulian terhadap Sesama

Namanya Muhammad Wildan Rabbani Kurniawan. Usianya baru 17 tahun.
Maklum ia baru selesai sekolah di SMA. Wildan meraih nilai terbaik
untuk hasil ujian nasional tingkat SMA se-Jawa Timur 2010 lalu. Wildan
meraih nilai total 57,20 dari enam mata pelajaran, yakni Bahasa
Indonesia (9,00), Bahasa Inggris (9,20), Matematika (10,00), Fisika
(9,75), Kimia (9,75), dan Biologi (9,50). Prestasi bagus itu tidak
hanya membanggakan dan membuatnya bahagia, tetapi sekaligus waswas.
Begitu selesai ujian, Wildan menunggu hasil pengumuman lewat jalur
prestasi dari Universitas Indonesia, Jakarta. Pilihan pertamanya
Fakultas Kedokteran dan kedua Teknik Metalurgi. Kalaupun ia diterima,
rupanya juga tak membuatnya senang, sebab biaya mendaftar Rp 250.000
pun merupakan dana patungan teman-temannya. Semula ia tak yakin bisa
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi selepas SMA. Orangtuanya kini
kerja serabutan setelah usaha kapur tulis lesu sejak sekolah lebih
banyak menggunakan whiteboard dan spidol.

Wildan sangat bersyukur atas pencapaiannya. Remaja asal Dusun
Kebondalem, Desa Mojopurowetan, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik,
ini tak menyangka bisa meraih nilai tertinggi. Tentang hasil
belajarnya, Wildan berkata, "Sepulang sekolah, kalau tidak lelah, saya
sempatkan mengulang pelajaran sekitar satu jam."
Secercah harapan Wildan pun muncul, ketika ada dua pengusaha Jakarta
dan Gresik yang bersedia membiayai kuliah Wildan sampai tuntas.
Sahabat, mendengar kisah di atas kita bertanya pada diri kita,
adilkah dunia ini terhadap kehidupan manusia? Ada begitu banyak anak
Indonesia yang meraih prestasi tinggi dalam pendidikannya. Namun
mereka terbentur oleh biaya yang begitu mahal. Bagaimana mereka dapat
menjadi anak-anak yang memiliki pendidikan tinggi? Bagaimana mereka
memiliki ilmu dan ketrampilan yang tinggi?

Kisah Wildan sebenarnya bukan baru ini terjadi. Ada begitu banyak
anak bangsa yang belum mendapatkan pendidikan yang memadai. Alasannya
tetap sama, yaitu biaya pendidikan bagi mereka.

Saat kampanye pilkada, banyak calon kepala daerah berjanji untuk
meningkatkan pendidikan bagi warganya. Namun apa yang terjadi kemudian
adalah janji-janji kosong belaka. Nyatanya masih banyak anak bangsa
yang putus sekolah. Masih ada begitu banyak anak bangsa yang buta
huruf. Apa yang sebenarnya telah terjadi?
Sebagai orang beriman, kita mesti meningkatkan kepedulian kita
terhadap pendidikan anak-anak bangsa. Uluran tangan kita dapat
membantu sesama yang membutuhkan. Investasi yang kita berikan bagi
sesama akan membahagiakan mereka. Masa depan anak-anak bangsa ini ada
di tangan kita. Demikian pula masa depan bangsa ini ada di tangan kita
semua. Karena itu, pendidikan anak-anak bangsa ini mesti selalu
diperhatikan. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Senin, 01 Agustus 2011

Keluarga sebagai Sumber Cinta Kasih

Terbetik berita beberapa waktu lalu seorang murid kelas dua sebuah SMP di Jakarta Utara nekat bunuh diri. Ia mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri di rumah. Pasalnya adalah ia sering dimarahi oleh orangtuanya. Menurut keterangan, orangtuanya meminta dirinya untuk rajin sekolah. Orangtuanya melarangnya untuk mengikuti Kelompok Belajar (Kejar) Paket C.

Tidak terima dimarah terus-menerus, bocah berusia lima belas tahun itu nekat menggantung dirinya. Awalnya ia dimarahi oleh orangtuanya, karena ia tidak masuk sekolah. Anak itu memang malas pergi ke sekolah. Akibatnya, dua kali ia tertinggal kelas. Adiknya yang terpaut dua tahun dengannya kini sama-sama duduk di kelas yang sama.

Menurut beberapa warga, anak itu dikenal sebagai anak yang nakal. Dia memiliki hobi balap motor liar. Dia tidak bergaul di daerah di mana ia tinggal. Teman-temannya kebanyakan berasal dari daerah lain.

Sahabat, berita seperti ini tentu saja membuat hati kita sakit. Ada anak manusia yang mesti mengakhiri hidupnya dengan begitu tragis. Seolah-olah tidak ada jalan yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Orang mudah sekali mengambil jalan pintas.

Tentu saja persoalan bunuh diri dari seorang anak mesti diselidiki secara cermat. Ada banyak hal yang menyebabkan seorang anak memutuskan untuk mengakhiri hidupnya secara tragis. Misalnya, keharmonisan yang tidak pernah ia dapatkan dalam hidup berumahtangga. Yang ia peroleh dari keluarganya adalah suasana yang mencekam dirinya. Orangtua yang biasa bertengkar, misalnya, dapat menjadi pemicu seorang anak mengakhiri hidupnya secara tragis. Atau kehadiran dalam keluarga yang tidak diterima dengan baik dapat menimbulkan rasa takut dalam dirinya. Ia pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

Kalau situasi keluarga yang kurang mendukung hidup seorang anak, maka orangtua mesti mawas diri. Orangtua mesti mulai mencari cara-cara yang terbaik untuk memperbaiki kondisi keluarga. Orangtua mesti mulai membangun suatu kehidupan yang lebih harmonis.

Dengan demikian, keluarga dapat menjadi tempat yang membahagiakan bagi seorang anak. Keluarga dapat menjadi tempat bagi seorang anak untuk menimba kasih sayang. Keluarga menjadi tempat bagi seorang anak untuk belajar mencintai hidupnya.

Sebagai orang beriman, kita mesti mendahulukan cinta kasih dalam membangun hidup berkeluarga. Di dalam keluarga itu selalu ada suasana yang bahagia. Dalam keluarga itu masing-masing pihak mampu menimba kebaikan untuk hidup masing-masing. Karena itu, dibutuhkan komitmen bersama dalam membangun hidup bersama yang bersumber dari cinta kasih. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Minggu, 31 Juli 2011

Muliakan Tuhan dengan Tubuh yang Sehat dan Segar

Anda masih ingat Madona? Penyanyi dan bintang film satu ini sudah hampir berusia 53 tahun. Namun Madona masih memiliki tubuh yang begitu kencang. Ia masih tampil seksi dan menarik di atas panggung.

Apa yang membuat penampilannya masih segar bugar? Ternyata Madona punya kebiasaan berlatih dengan keras dan pola makan yang sehat. Selain itu tentunya juga kekayaan, yang membuatnya mampu melakukan perawatan apa pun yang diinginkannya.

Namun, ada dua hal lagi yang disebut-sebut sebagai rahasia awet muda Madonna. Ibu tiga anak ini kabarnya rajin minum air kelapa. Ia sudah menginvestasikan 1,5 juta US dollar di perusahaan air kelapa, Vita Coco. Minuman yang diperoleh dari kelapa hijau muda ini diyakini mengandung nutrien dan elektrolit yang menjaga kulit dan tubuhnya tetap berkilau.

Sahabat, banyak orang mencari cara-cara terbaik untuk memiliki tubuh yang awet muda. Berbagai sarana dan prasarana pun disediakan untuk menciptakan kebugaran tubuh itu. Misalnya, finess center yang dibangun di banyak tempat di kota kita. Atau jamu-jamuan yang diciptakan untuk memelihara tubuh kita tetap sehat dan awet. Tak terhitung banyaknya dana yang telah dikeluarkan oleh manusia untuk awet muda.

Pertanyaannya, mengapa manusia berusaha mati-matian untuk menciptakan sarana dan prasarana itu? Jawabannya adalah karena hidup ini memiliki nilai yang tinggi. Mengapa Madona berlatih keras untuk menjaga kesintalan tubuhnya? Karena hidup ini memiliki makna yang begitu mendalam. Kalau hidup ini tidak memiliki makna, untuk apa orang berusaha keras untuk menjaga kondisi tubuhnya tetap sehat dan segar?

Tuhan telah menciptakan tubuh manusia dengan tujuan-tujuan yang indah. Tubuh yang sehat dan segar memiliki daya yang kuat untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Soalnya, banyak orang kurang peduli terhadap hidup ini. Banyak orang membiarkan tubuhnya loyo dan lemas oleh berbagai perilaku negatifnya. Orang kurang menghargai kehidupan ini.

Minum minuman beralkohol tinggi merupakan salah satu bentuk kurangnya penghargaan manusia terhadap kehidupan. Atau merokok dan menggunakan narkoba menjadi salah satu bentuk penolakan manusia terhadap makna kehidupan ini. Kenikmatan sesaat itu mendorong manusia untuk mengenyahkan kehidupan yang telah diberikan Tuhan itu. Bukankah ini suatu tindakan yang tidak mensyukuri kebaikan Tuhan?

Mari kita memelihara tubuh kita agar tetap sehat dan segar. Dengan demikian, kita dapat memuliakan Tuhan dengan tubuh kita yang segar dan sehat. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Sabtu, 30 Juli 2011

Penantian yang Butuh Jawaban dari Sesama

Pernahkah Anda bayangkan bagaimana seorang istri menjalani hari-hari sebagai pasangan seorang serdadu yang tengah bertugas di medan pertempuran? Bukan perkara mudah untuk menjalaninya, bukan? Terlebih, hari-hari selalu dihantui dengan ketidakpastian akan nasib orang yang dikasihi. Apalagi godaan-godaan terus-menerus membahayakan hubungan mereka.

Kisah-kisah penuh warna ini dijalani oleh Claudia Joy Holden, Denis Sherwood, Roxy LeBlanc dan Pamela Moran. Empat perempuan ini bersuamikan serdadu Amerika Serikat. Suami-suami mereka, ditugaskan di medan pertempuran.

Berbagai persoalan hidup muncul mewarnai kehidupan mereka. Dari menjalani kehidupan sebagai "single parent" atau orangtua tunggal hingga menanti ketidakpastian akan nasib suami-suami mereka. Sebuah kisah yang mengugah. Menyelami kehidupan penuh warna yang nyaris serupa dengan kehidupan nyata para pasangan tentara.

Mereka dituntut untuk tetap setia dalam penantian. Mereka mengisi penantian tak menentu itu dengan berbagai kegiatan. Mengurus anak dengan baik merupakan satu sisi kehidupan mereka. Karena itu, kehidupan mereka jauh dari kesepian. Sisi kehidupan seperti ini menjadi suatu keutamaan yang mereka jalani sehari-hari. Hasilnya adalah suatu situasi yang membahagiakan. Suatu situasi yang juga membanggakan atas tugas militer sang suami di medan laga.

Sahabat, dalam hidup sehari-hari kita semua juga sedang menanti. Ada yang senang menanti orang yang dicintai. Ada yang menanti hadiah dari seseorang. Saya baru saja mendapat sms dari seseorang. Ia berkata, "Tolong bantuin aku, Tuhan. Aku sekarang ini lagi nggak ada uang belanja. Aku tak tahu mau ke mana aku harus minta bantuan."

Orang yang saya tidak kenal ini sangat membutuhkan bantuan. Ia ingin meneruskan perjalanan hidupnya yang masih panjang. Ia sedang menantikan uluran tangan orang-orang yang berkehendak baik. Ia sedang mengalami kesulitan hidup. Pantaskah ia berlama-lama menanti uluran tangan dari sesamanya? Bukankah hidupnya mesti berjalan terus? Bukankah ia tidak ingin hidupnya berhenti lantaran tidak mendapatkan sesuap nasi?

Tentu saja pesan sahabat kita satu ini membangunkan insting manusiawi kita untuk memberi dari apa yang kita miliki. Bukankah setiap manusia telah diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk memiliki hati yang rela memberi? Karena itu, penantian penuh harapan dari sahabat kita satu ini sudah semestinya mendapatkan jawaban. Dengan demikian, ia dapat melanjutkan perjalanan hidupnya dengan senyum bahagia.

Mari kita memupuk hati kita untuk mudah tergugah oleh penantian panjang sesama kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Jumat, 29 Juli 2011

Memaafkan Kesalahan Sesama

Ada seorang ibu yang merasa sangat sakit hatinya. Hatinya terluka oleh perbuatan suaminya. Suami itu sangat ia cintai. Ia menyediakan semua kebutuhan suaminya dengan penuh perhatian. Setiap kali suaminya mau pergi kerja, ia selalu menyediakan kebutuhan suaminya. Ia merasa bahwa sekali pun dalam hidupnya, ia tidak pernah lalai memperhatikan suaminya.

Namun akhir-akhir ini ia berbalik seratus delapan puluh derajat. Ia ogah menyiapkan kebutuhan-kebutuhan suaminya. Ia tidak kuat lagi menghadapai tipu muslihat yang dilakukan oleh suaminya. Ia pun tidak bisa mengampuni penyelewengan suaminya. Suaminya telah melakukan perselingkungan dengan wanita lain.

Tentang hal ini ia berkata, "Saya sangat terluka. Saya tidak bisa mengampuni dia. Dia sudah menyakiti saya berulang kali. Saya tidak mau memaafkan dia. Dia tidak pantas dimaafkan."

Yang terjadi kemudian adalah ibu ini hidup dalam penderitaan. Luka batinya begitu dalam. Sulit untuk diobati. Ia memandang suaminya sebagai musuh yang harus dienyahkan. Semua perbuatan baiknya bagi suaminya ia hentikan. Ia tidak mau melayani suaminya lagi. Suatu tragedi terjadi dalam bahtera hidupnya. Padahal hanya satu kali sang suami mengingkari cintanya.

Sahabat, ketika orang memiliki kesepakatan untuk membangun bahtera perkawinan, ada berbagai resiko yang mesti mereka hadapi. Salah satu resiko itu adalah ketika orang mesti menghadapi ketidaksetiaan dari pasangannya. Kalau orang hanya mau menang sendiri, orang akan jatuh ke dalam egoisme yang sangat besar. Egoisme itu akan menguasai dirinya. Egoisme itu akan menutup semua hal yang baik yang ada dalam diri pasangannya. Yang ia lihat dalam diri pasangannya hanyalah hal-hal buruk dan negatif. Tidak ada hal baik sedikit pun.

Karena itu, dibutuhkan komunikasi yang baik dalam kehidupan berkeluarga. Komunikasi yang baik itu mengandaikan saling pengertian dan percaya. Ketika seseorang mempercayai pasangannya, ia tidak perlu kuatir akan berita miring tentang pasangannya.

Untuk itu, pasangan suami istri mesti selalu saling belajar untuk memiliki pengertian dan rasa percaya. Dengan demikian, mereka tidak perlu saling menaruh curiga. Kasih mereka akan bertumbuh dan berkembang dengan lebih baik. Buah dari kasih itu adalah saling mengampuni. Pintu hati selalu terbuka untuk memaafkan pasangannya. Luka batin tidak perlu tumbuh dalam diri salah satu pasangan hidup.

Memang, tidak gampang menerima dan memaafkan orang yang bersalah kepada kita. Lebih gampang kita mencampakan orang yang bersalah itu. Namun ini bukan semangat orang beriman. Orang beriman itu senantiasa berusaha dengan berbagai cara untuk menerima kembali sesamanya yang bersalah dan berdosa. Tidak ada jalan buntu dalam membangun kasih dan persaudaraan. Mari kita berusaha untuk senantiasa menerima dan memaafkan sesama yang bersalah. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Kamis, 28 Juli 2011

Hidup Ini Milik Tuhan

Suatu hari ada seorang yang baik dan sangat jujur jatuh sakit. Penyakit yang diderita itu pun mengancam nyawanya. Ia menderita sakit kanker. Waktu memeriksakan diri, dokter mengatakan bahwa kanker yang dideritanya sudah mencapai stadium empat. Orang baik itu sangat terkejut. Para anggota keluarganya pun tidak percaya akan hal itu. Selama ini ia tampak baik-baik saja. Ia jarang jatuh sakit. Baru sekali ini ia sakit dan langsung parah.

Banyak sahabatnya pun tidak percaya akan hal ini. Mereka merasa bahwa tidak mungkin Tuhan memberikan hukuman yang begitu kejam terhadap dirinya. Namun dokter tidak membohongi orang baik itu. Ia sudah menelitinya dengan sangat cermat. Kesimpulannya adalah orang baik dan jujur itu menderita kanker ganas. Bahkan obat-obat yang ia berikan tidak mempan. Orang baik itu hanya bisa membaringkan diri di tempat tidur. Lima bulan kemudian orang baik dan jujur itu menghembuskan nafas terakhirnya. Sungguh tragis!

Para anggota keluarganya tidak mudah menerima kenyataan itu. Namun selama perawatan, orang baik itu berusaha untuk menerima kenyataan yang ada. Ia tidak bisa menolaknya. Bahkan ia berusaha untuk menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Ia yakin, penyakit hanya mampu membunuh tubuh manusiawinya. Namun penyakit yang ganas itu tidak mampu membunuh jiwanya.

Karena itu, ketika ada sahabatnya yang bertanya, mengapa Tuhan membiarkan orang baik menderita, ia menjawab, 'Hidup ini milik Tuhan. Hidup ini bukan milik saya. Tuhan mau buat apa terhadap hidup saya ini, itu terserah Tuhan.'

Sahabat, apa yang terjadi seandainya Anda yang mengalami penderitaan seperti yang dialami orang baik dalam kisah tadi? Rasanya Anda akan memberontak. Anda akan menolak penderitaan yang terjadi atas diri Anda. Mengapa? Karena Anda akan merasa bahwa Tuhan itu tidak adil terhadap Anda. Anda masih ingin hidup untuk waktu yang lama. Tetapi kenapa Tuhan begitu cepat mengambil Anda dari dunia ini.

Sikap orang baik dalam kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa Tuhan tidak menghukum manusia. Penderitaan yang dialami oleh manusia itu melulu karena sifat keinsanan kita. Yang diinginkan oleh Tuhan bagi manusia adalah keselamatan. Untuk itu, Tuhan telah memberikan kasihNya kepada manusia. Melalui orang-orang yang ada di sekitar kita, Tuhan menunjukkan kasih setiaNya itu. Tuhan tetap peduli terhadap kehidupan manusia. Tuhan tidak meninggalkan manusia berjuang sendiri.

Dalam penderitaan itu, Tuhan tetap hadir. Tuhan tidak meninggalkan manusia berjuang sendirian melawan sakitnya. Tuhan memberikan semangat kepada setiap orang yang sedang menderita dengan harapan akan kehidupan abadi. Karena itu, orang beriman mesti memiliki fighting spirit atau semangat juang.

Dalam semangat juang itu, manusia memiliki harapan untuk terbebas dari penderitaan. Dalam semangat juang itu, manusia menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Mengapa? Karena hidup ini milik Tuhan. Kapan Tuhan mau mengambil hidup ini dari kita, Dia akan mengambilnya. Itu hak Dia, karena Dia yang menganugerahkan hidup ini kepada kita.

Mari kita menyerahkan seluruh hidup kita ke dalam kuasa Tuhan. Dengan demikian, hidup kita semakin memiliki makna. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Rabu, 27 Juli 2011

Mengusir Rasa Bosan

Kebosanan sering dirasakan oleh manusia. Apalagi pekerjaan yang dijalani dari waktu ke waktu hanya itu-itu saja. Orang mengalami kebosanan sebagai sesuatu yang menyiksa batinnya. Karena itu, orang ingin cepat-cepat lari dari kebosanan itu. Orang berusaha menemukan hal-hal lain untuk mengakhiri kebosanan itu. Misalnya, ada yang memelihara burung di rumah usai bekerja. Atau memelihara dan merawat bunga di halaman rumah setelah seharian lelah bekerja. Atau ada yang pergi ke kolam untuk memancing.

Usaha-usaha yang positif mesti selalu dilakukan untuk menyegarkan kembali diri sendiri setelah lelah bekerja. Orang yang tidak menemukan cara-cara kreatif untuk menyegarkan diri dari rutinitas akan mudah stress.

Pemeran sinetron dan film Dude Harlino hingga kini tetap setia dengan sinetron-sinetron yang terkadang shooting-nya melelahkan. Dude kembali meramaikan layar kaca dengan sinetron terbarunya, Seindah Senyum Winona, bersama pasangan main Velove Vexia.

Tentang bekerja, ia berkata, "Saya bekerja seperti orang-orang bekerja. Jadi tidak bosan, karena ini pekerjaan. Seperti wartawan yang tiap hari mencari dan membuat berita, enggak bosan, kan?"

Karena itu, berbagai persoalan yang timbul ketika pengambilan gambar harus bisa diatasi. Dengan membaca, mendengarkan musik dan menonton film, rasa bosan itu bisa diusir.

Sahabat, kita hidup dalam dunia yang semakin sibuk. Kita dituntut untuk kreatif dalam hidup ini. Kreatif bukan hanya dalam usaha memperoleh hasil yang berlimpah-limpah. Tetapi kreatif juga dalam menemukan cara-cara untuk mengusir kebosanan hidup. Orang yang bosan terhadap hidup dan pekerjaannya mudah tergoda untuk melakukan hal-hal yang negatif. Untuk itu, kita mesti hati-hati dalam hidup ini.

Ada berbagai cara untuk mengusir kebosanan. Dude Harlino menemukan cara mengusir kebosanan dengan membaca, mendengarkan musik dan nonton film. Tentu saja setiap orang punya cara-cara sendiri dalam usaha mengusir kebosanan itu. Yang penting adalah orang tetap konsisten pada apa yang dikerjakannya. Meski pekerjaan itu tampaknya rutin terus-menerus sepanjang puluhan tahun, tetapi ketika orang sungguh-sungguh tetap setia pada pekerjaannya, orang akan terhindar dari rasa bosan.

Karena itu, orang beriman mesti senantiasa mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi dalam hidupnya. Hal ini menjadi penting, ketika kita membuat strategi-strategi bagi kemajuan hidup kita. Kita perlu menemukan titik lemah dalam diri kita. Salah satu titik lemah itu adalah rasa bosan. Kalau orang telah menemukan rasa bosan itu, orang akan dengan mudah mampu mengatasinya.

Mari kita berusaha untuk menemukan penyebab-penyebab rasa bosan dalam hidup kita. Kita tetap menyertakan Tuhan dalam hidup kita, dengan demikian kita dapat mengusir rasa bosan dari hidup kita. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Selasa, 26 Juli 2011

Memperjuangkan Martabat Manusia

Trafficking atau perdagangan manusia masih saja terjadi di negeri ini. Ada anak-anak dan kaum perempuan yang menjadi korban trafficking ini. Mereka dijual setelah dijanjikan untuk bekerja atau menjadi orang yang punya pekerjaan yang mendatangkan banyak uang.

Apa yang terjadi setelah itu adalah mereka tidak lebih baik daripada para budak belian di zaman dulu. Mereka dipaksa bekerja seperti menjadi pembantu rumah tangga tanpa digaji. Atau mereka menjadi buruh dengan gaji yang sangat tidak layak. Lebih parah lagi, mereka dijadikan pekerja seks komersial. Mereka tidak punya kekuatan untuk menuntut gaji yang sesuai dengan pekerjaan mereka. Mereka kehilangan hak-hak mereka sebagai manusia yang bermartabat.

Melihat kondisi seperti ini, penyanyi dan pemain sinetron, Agnes Monica, prihatin. Ia tidak ingin kaum perempuan dan anak-anak menjadi korban trafficking atau perdagangan manusia. Ia ingin setiap orang punya hak dan martabat yang sama. Karena itu, ia menjadi duta atau juru bicara MTV Exit Indonesia. Exit adalah singkatan dari End Exploitation and Trafficking. MTV Exit adalah kampanye untuk memerangi perdagangan manusia.

Di Indonesia saat ini banyak terjadi perdagangan manusia, terutama anak-anak dan perempuan. Sebagian dari mereka dipaksa bekerja seperti menjadi pembantu rumah tangga dan buruh yang tidak digaji dengan layak. Bahkan lebih kejam lagi banyak yang dijadikan pekerja seks komersial.

Agnes berkata, "Trafficking ini merupakan bentuk baru perbudakan modern." Menurut Agnes, persoalan perdagangan manusia ini terjadi karena kurangnya pendidikan bagi kaum remaja. Ia berkata, "Ini soal kesenjangan pengetahuan. Orang Indonesia selalu bilang iya. Mereka tidak dapat berkata tidak, karena tidak ingin menyakiti orang lain. Akhirnya, mereka terjebak dan dirugikan."

Sahabat, pertanyaan yang mendasar bagi kita adalah mengapa manusia diperdagangkan? Jawabannya bisa macam-macam. Namun satu hal yang pasti adalah cinta pada diri sendiri sangat dominan dalam hidup manusia. Orang yang melakukan jual beli manusia itu hanya berpikir tentang dirinya sendiri. Orang seperti ini tidak pernah berpikir tentang kebahagiaan sesamanya. Martabat manusia diabaikannya.

Orang seperti ini hanya memanfaatkan ketidaktahuan manusia. Soal martabat manusia yang harus diperjuangkan tidak dihiraukannya. Akibatnya, orang hanya mencari dan menemukan keinginan dirinya sendiri. Orang tidak peduli terhadap keselamatan orang lain. Orang hanya ingin memenuhi keinginan dirinya sendiri. Orang lain boleh menderita. Martabat orang lain boleh diinjak-injak.

Tentu saja situasi seperti ini tidak boleh terjadi. Situasi seperti ini mesti dienyahkan dari hidup manusia. Martabat manusia harus semakin dihargai dan dilindungi. Sebagai orang beriman, kita dipanggil untuk memperjuangkan martabat hidup manusia. Mari kita berusaha untuk selalu memperjuangkan martabat manusia. Dengan demikian, hidup ini semakin baik dan damai. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Senin, 25 Juli 2011

Tumbuhkan Cinta dalam Hidup

Ada seorang ibu yang mesti memelihara anaknya sendirian selama empat
puluh tahun. Suaminya meninggal dalam suatu kecelakaan. Sedangkan satu
dari tiga orang anaknya mengalami cacat fisik sejak kecelakaan bersama
ayahnya. Sejak bangun pagi hingga beranjak ke tempat tidurnya, ibu itu
selalu punya perhatian terhadap anaknya. Apalagi sang anak tidak bisa
berjalan sendiri. Ia hanya bisa terbaring di tempat tidur. Kaki dan
tangannya lumpuh.

Suatu hari seorang teman kelasnya dulu datang mengunjungi ibu itu
beserta anaknya. Temannya itu merasa tersentuh oleh situasi hidup ibu
itu. Ia berkata, "Kamu pasti merasa capek. Kamu pasti merasa terbebani
dengan kondisi anakmu."

Ibu itu tersenyum mendengar kata-kata teman lamanya itu. Ia berkata
kepadanya, "Saya tidak pernah merasa terbebani oleh kondisi anak saya.
Sudah empat puluh tahun saya lakukan semua hal untuk dia. Saya merasa
bahagia. Saya merasakan begitu besar cinta Tuhan terhadap saya. Tuhan
telah memberi tanggung jawab ini kepada saya."

Temannya terkejut mendengar kata-kata bijak ibu itu. Ia heran,
mengapa kondisi seperti itu tidak sedikit pun membuat ia terbebani. Ia
berdecak kagum mendengar kata-kata ibu itu. Ia bahkan merasa malu
terhadap dirinya sendiri. Ia merasa gagal dalam mendidik anak-anaknya.
Dua anaknya tidak berhasil dalam hidup mereka. Mereka menjadi
orang-orang yang sering menyusahkan dirinya.

Sahabat, cinta yang begitu besar telah mendorong seorang ibu menerima
kehadiran anaknya yang cacat. Tampak cacat fisik yang dimiliki anaknya
itu membuat ibu itu mengambil tindakan kasih yang nyata. Ia merawatnya
dengan penuh perhatian. Ia tidak mau membiarkan sang anak menderita
dalam kondisinya seperti itu.

Banyak orang sering merasa bahwa suatu perbuatan baik bagi sesama itu
menjadi suatu beban. Melakukan suatu kebaikan itu memberikan beban
terhadap hidupnya. Karena itu, orang enggan untuk melakukan hal-hal
yang baik bagi orang lain. Orang merasa bahwa melakukan hal-hal baik
bagi orang lain itu membuang-buang waktu saja. Lebih baik melakukan
sesuatu untuk diri sendiri saja.

Orang yang berpandangan seperti ini biasanya orang-orang yang kurang
punya kasih. Cinta mereka terhadap sesama dibatasi oleh egoisme yang
begitu besar. Orang hanya ingin mencari kepuasan bagi dirinya sendiri
saja. Orang seperti ini lebih memperhitungkan untung rugi bagi dirinya
sendiri saja. Karena itu, orang seperti ini lebih sering mengeluh
ketika mengalami kesulitan-kesulitan dalam hidupnya. Orang seperti ini
lebih mudah sewot ketika terjadi jalan buntu dalam hidupnya.

Kisah ibu tadi memberi inspirasi bagi kita untuk memiliki cinta yang
kuat terhadap sesama. Cinta yang kuat itu dilatih dalam pergulatan
kehidupan. Cinta yang kuat itu dapat bertumbuh dan berkembang dalam
perbuatan baik bagi sesama. Untuk itu, orang mesti terus-menerus
menumbuhkembangkannya dalam hidupnya. Orang mesti yakin bahwa hanya
dengan melakukan hal-hal baik bagi sesama, orang dapat mengalami cinta
yang besar pula dalam hidupnya.

Mari kita bertumbuh dan berkembang dalam cinta kasih terhadap sesama.
Kita berusaha untuk terus-menerus mengasihi sesama dengan segenap
hati. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Minggu, 24 Juli 2011

Menggunakan Sarana Komunikasi bagi Kebaikan

Di zaman dulu, luas dunia hanya sebatas batas pandang. Sejauh-jauh
mata memandang, itulah luas dunia seseorang. Hidup orang pun terbatas.
Jelajah orang pun terbatas. Orang yang hidup di daerah pegunungan
mengalami diri dibatasi oleh punggung gunung. Akibatnya, mereka
membangun bahasa dan budaya sendiri. Mereka terisolasi di daerahnya
sendiri. Komunikasi dengan dunia luar sangat terbatas.

Namun kini dunia ini tanpa batas. Isolasi telah hilang. Komunikasi
telah menembus gunung-gunung terjal. Orang bisa berkomunikasi dengan
sesamanya dari berbagai daerah. Orang bisa saling menolong melalui
komunikasi yang super canggih di zaman modern ini.

Hadirnya internet semakin membantu manusia untuk saling
berkomunikasi. Situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter kini
membuka komunikasi yang semakin dalam antarmanusia. Seolah-olah tidak
ada jurang lagi antarmanusia. Orang dari kelompok mana saja bisa
bergabung dalam sebuah komunitas bernama Facebook atau Twitter. Orang
dapat mengungkapkan pendapat dan pandangan hidupnya.

Dunia yang semakin tanpa batas ini disikapi penyanyi Glenn Fredly
(35) sebagai keuntungan. Ia memanfaatkan Facebook dan Twitter sebagai
sarana komunikasi dengan penggemar. Ketika menyelesaikan jumpa pers
untuk konser jazz di Surabaya, Jawa Timur, April tahun 2010 lalu dan
berpose untuk para fotografer, Glenn sigap mengambil gambar para
pewarta foto melalui telepon selulernya.

Tentang hal ini, ia berkata, "Langsung saya upload dan banyak yang nge-twit."
Menurutnya, suka atau tidak, jaringan internet mengikis batas.
Ketimbang didiamkan, lebih baik fasilitas dan keterbukaan ini
digunakan untuk berbagi. Ia berkata, "Jadi, jejaring sosial mengubah
industri musik juga. Kalau dulu industri harus membangun fans,
sekarang membangun komunitas."

Sahabat, dunia internet yang membuka dunia menjadi sebuah dunia tanpa
batas, mesti digunakan sebaik-baiknya. Internet dapat menjadi sebuah
sarana untuk membangun persaudaraan. Untuk itu, sarana ini mesti
disikapi sebagai sesuatu yang memberikan dampak positif bagi
kehidupan.

Kita masih ingat pengumpulan sejuta dukungan untuk ketua dan wakil
ketua KPK tahun lalu. Begitu banyak dukungan yang diberikan melalui
Facebook dan Twitter. Dukungan itu datang begitu saja. Dukungan itu
digalang sedemikian rupa untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Karena itu, internet beserta jejaring sosialnya mesti digunakan untuk
mengeksploitasi hal-hal yang baik bagi kehidupan. Tugas setiap orang
beriman adalah menggunakan alat-alat komunikasi yang ada untuk
mengabarkan kebaikan Tuhan dalam hidup manusia. Ketika alat-alat
komunikasi itu dipakai dengan baik, nama Tuhan dimuliakan dalam hidup
manusia. Tuhan telah menciptakan sarana-sarana itu untuk membangun
persaudaraan dalam hidup. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Sabtu, 23 Juli 2011

Melepas Egoisme bagi Hidup yang Lebih Baik

Ketika kaum perempuan belum mendapatkan pendidikan yang memadai,
mereka dianggap sebagai kaum yang lemah. Akibatnya, mereka sering
tidak diikutsertakan dalam berbagai segi kehidupan. Mereka sering
dianggap sebagai pelengkap saja dalam kehidupan kaum pria.

Di zaman dulu, mereka dipingit. Mereka tidak boleh melakukan hal-hal
yang baik di luar rumah. Kehidupan publik mereka sangat dibatasi.
Akibatnya, kaum perempuan tetap tertinggal dari kaum lelaki dari
berbagai segi kehidupan. Kondisi seperti ini mesti bukan menjadi suatu
kebanggaan bagi umat manusia. Kita semestinya merasa trenyuh terhadap
kondisi seperti ini. Yang mesti kita lakukan adalah kita
memperjuangkan kemajuan kaum perempuan.

Namun setelah pembatasan-pembatasan dibuka, kaum perempuan semakin
mendapatkan kesempatan yang banyak untuk mengembangkan diri.
Kemajuan-kemajuan di berbagai bidang kehidupan pun diraih. Ada yang
menjadi guru besar di perguruan tinggi. Ada yang menjadi pilot.
Berliana Febrianti, pemain film dan sinetron, merasa bahwa kemajuan
perempuan Indonesia sampai sekarang ini sangat membanggakan. Ia
berkata, "Perempuan itu makhluk yang kuat. Biarpun mereka mengalami
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perempuan (pada umumnya) tetap
memiliki kekuatan untuk bertahan."

Tentang KDRT yang sering terjadi, ia mengatakan bahwa kelihatannya
perempuan yang mengalami KDRT tersebut tidak memberontak. Hal itu
karena mereka ingin melindungi anaknya. Perempuan selalu berpikir
panjang.

Untuk itu, ia berharap agar kaum pria tidak berlaku kasar terhadap
kaum perempuan. Ibu dari tiga orang anak ini berkata, "Lebih baik jika
kaum lelaki mengerti, kekuatan perempuan itu luar biasa. Setidaknya,
mereka bisa mengingat betapa besar kekuatan yang dimiliki ibu mereka."
Sahabat, KDRT yang terjadi dalam kehidupan bersama itu merupakan salah
satu bentuk perendahan terhadap martabat manusia. Kekerasan yang
terjadi dalam rumah tangga itu suatu bentuk tumbuh kuatnya egosime.
Orang yang melakukan kekerasan itu hanya mementingkan diri sendiri.
Kuasa egoisme itu bisa dihilangkan, kalau orang menyadari kehadiran
sesama bukan hanya sebagai pelengkap. Namun kehadiran sesama itu
sebagai suatu keharusan. Mengapa? Karena manusia tidak bisa hidup
sendiri. Manusia membutuhkan sesama untuk menjalani kehidupan ini.
Orang yang ingin maju dalam hidupnya mesti menerima kehadiran
sesamanya.

Kalau kesadaran ini senantiasa tumbuh dalam diri seseorang, ia akan
mudah untuk menghargai kehadiran sesamanya. Karena itu, orang beriman
mesti menukik ke dalam dirinya sendiri. Orang beriman mesti berani
menerima kehadiran sesamanya sebagai partner dalam suka dan duka.
Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kegembiraan bagi semua orang.
Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Jumat, 22 Juli 2011

Menumbuhkan Cinta kepada Ibu

Kisah cinta kepada kaum ibu mesti selalu dihidupkan dan dikembangkan
dalam hidup ini. Mengapa? Karena kaum ibu telah mengorbankan hidup
mereka bagi kehidupan manusia. Mereka telah memelihara hidup kita
selama berbulan-bulan di dalam kandungan mereka. Mereka telah membelai
setiap anak yang mereka lahirkan dengan cinta yang tulus.
Sosok seorang ibu begitu penting dalam kehidupan seorang manusia.

Tanpa sosok seorang ibu yang baik yang mencintai anak yang
dilahirkannya, hidup ini menjadi hampa. Tak berguna. Dari hati seorang
ibu yang penuh cinta akan mengalir cinta bagi anak-anaknya. Karena
itu, setiap orang mesti memiliki kepekaan untuk memberikan penghargaan
terhadap kaum ibu.

Hanung Bramantyo, seorang sutradara, menampilkan cinta ibu yang tulus
itu dalam film Menembus Impian. Menurut Fedi Nuril yang membintangi
film ini, film Menembus Impian bukan sekedar hiburan. Film ini
memiliki pesan moral yang tinggi bagi kehidupan manusia.
Melalui film ini, Hanung Bramantyo ingin mengajak para penonton untuk
selalu mencintai ibu dan orangtua. Film ini berkisah tentang hubungan,
pandangan dan keseharian yang harus dihadapi seorang ibu dengan
anaknya.

Tentang hal ini, Hanung berkata, "Dengan rasa cinta itulah kita bisa
menembus semua impian."

Sahabat, siapa dari antara kita yang kurang mendapatkan cinta yang
tulus dari seorang ibu? Tentu saja kita semua mendapatkan cinta yang
tulus dari masing-masing ibu kita. Mereka telah memberikan cinta itu
dengan cara mereka masing-masing. Yang mereka inginkan adalah agar
kita menjadi anak-anak yang baik dan bahagia. Mereka mau agar hidup
kita menjadi suatu kegembiraan bagi banyak orang.

Namun kita juga tidak bisa pungkiri bahwa ada juga beberapa ibu yang
bersikap sadis terhadap anak-anaknya. Misalnya, ada seorang ibu di
Jakarta yang menyeterika anaknya. Ia lakukan itu, karena egosimenya
yang begitu dalam. Ia hanya ingin memenuhi keinginannya sendiri. Ia
tega menghukum anaknya dengan cara yang begitu keji dan menyakitkan.
Tentu saja kita tidak ingin memiliki ibu yang kurang peduli terhadap
hidup kita. Kita ingin sosok ibu yang begitu peduli terhadap kehidupan
ini. Mengapa? Karena hati seorang ibu yang baik akan memberikan
pendidikan bagi anak-anaknya dengann baik pula. Seseorang yang dididik
dengan penuh cinta oleh ibunya juga akan memiliki hati yang penuh
cinta.

Mari kita menumbuhkan rasa cinta yang tulus dan mendalam terhadap ibu
kita masing-masing. Dengan demikian, kita dapat menjadi orang-orang
yang memiliki cinta kasih yang besar kepada ibu kita masing-masing.
Dunia akan menjadi semakin damai berkat cinta kasih yang kita miliki.
Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Kamis, 21 Juli 2011

Kurangi Pemanasan Global, Tanam Pohon

Pemanasan global menjadi keprihatinan banyak orang di dunia ini.
Mengapa? Karena pemanasan global itu mengancam kehidupan manusia. Bumi
yang semakin panas menyebabkan hidup ini tidak nyaman. Bumi bukan lagi
menjadi tempat yang aman bagi hidup manusia.

Hal ini disebabkan oleh penghancuran hutan dan ekosistem yang menjaga
bumi ini dari pemanasan global. Hutan tropis yang menyediakan oksigen
dalam jumlah yang besar bagi dunia sudah semakin hilang. Burung-burung
dan binatang-binatang hutan terus-menerus punah. Padahal kehadiran
mereka untuk menjaga keseimbangan ekosistem di bumi manusia ini.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini bisa terjadi karena manusia
rakus. Manusia mau menguasai seluruh alam ciptaan Tuhan ini. Manusia
menebang pohon-pohon yang memadati bumi ini dengan alasan yang sangat
suci. Manusia memunahkan binatang-binatang yang menghuni bumi ini.
Akibatnya, bumi semakin memanas. Bumi seolah-olah marah terhadap
bangsa manusia. Bencana alam silih berganti menimpa kehidupan manusia.
Apa yang harus dibuat oleh manusia untuk mengatasi pemanasan global
itu? Pantaskah manusia mencuci tangan terhadap pemanasan global yang
menimpa kehidupan ini? Bukankah manusia mesti bertanggungjawab atas
pemanasan global ini?

Minggu, tanggal 18 April 2010 lalu, pemain film dan presenter Luna
Maya terlibat dalam penanaman pohon di jalan pantai utara di Kecamatan
Karanganyar, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Mngenakan kaus putih
berkerah hijau bertuliskan "Trees for Life", ia bersama 40 karyawan PT
Djarum menghijaukan tepi jalan itu dengan pohon trembesi (Samanea
saman.

Luna mengaku prihatin terhadap kerusakan lingkungan dan pemanasan
global. Salah satu upaya memulihkan kondisi tersebut adalah dengan
menanam pohon, baik di jalur-jalur lalu lintas padat, kawasan
industri, maupun lahan gundul.

Ia berkata, "Jangan lupa, sebisa mungkin pekarangan rumah kita
ditanami pohon. Saya menanam mangga dan rambutan di halaman rumah."
Sebagai upaya konkret menghargai lingkungan hidup, Luna juga berusaha
menghemat air bersih. Ia memilah-milah antara sampah organik dan
anorganik. Pada waktu senggang, dia juga menyempatkan diri menyiram
tanamannya. Ia berkata, "Tanaman itu berguna bagi kehidupan generasi
mendatang."

Sahabat, melestarikan lingkungan hidup dengan menanam pohon di sekitar
kita menjadi tanggung jawab kita semua. Karena itu, kita mesti ambil
langkah yang tepat untuk menyelamatkan bumi kita dari pemanasan
global. Pohon-pohon yang kita tanam itu bukan hanya berguna bagi diri
kita sendiri. Namun juga berguna bagi generasi mendatang.
Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa peduli terhadap
lingkungan di mana kita hidup. Lingkungan yang segar dan sehat
membantu kita untuk menjalani hidup ini dengan lebih baik. Hutan yang
lestari itu membantu bumi ini terbebas dari pemanasan yang
terus-menerus. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Rabu, 20 Juli 2011

Cinta Sejati Itu Tak Mengenal Batas

Cinta yang tulus tidak mengenal batas-batas. Cinta yang tulus tumbuh
dalam situasi apa pun. Karena itu, orang yang saling mencintai itu
tidak membatasi diri pada hal-hal yang baik dan menyenangkan saja.
Orang yang saling mencintai itu saling menerima apa adanya. Mereka
tidak memperhitungkan untung rugi dalam membina relasi cinta.
Kisah cinta di bawah ini bukan sebuah dongeng. Ini kisah seorang istri
yang rela mencintai dan berbagi kehidupan dengan lelaki, yang secara
fisik tidak sempurna. Mengapa ia mau menjalin relasi cinta dengan sang
suami yang tidak sempurna secara fisik itu?

Irma, begitu nama perempuan itu, berkata, "Karena saya yakin cinta
datang dari hati. Meski saya pada awalnya tidak menyetujui."
Irma adalah seorang guru yang menikah dengan Zulfan, seorang duda yang
mengalami lumpuh kedua kakinya.

Awalnya Irma mengaku ragu untuk menerima Zulfan sebagai kekasihnya.
Hal itu terjadi terutama karena melihat kekurangan fisik lelaki itu.
Tetapi akhirnya hatinya pun luluh. Namun belum selesai sampai di situ.
Ia kemudian menghadapi tantangan berikutnya. Orangtuanya menolak
mentah-mentah lamaran Zulfan. Kekuatan cintalah yang kemudian
meyakinkan orangtuanya untuk menerimanya.

Sahabat, sering orang mendahulukan penampilan fisik yang gagah perkasa
atau cantik menawan. Sering hal-hal ini mendasari orang dalam menjalin
percintaan. Benarkah pandangan seperti ini? Bukankah cinta menuntut
sesuatu yang tidak terbatas? Bukankah cinta yang sejati menuntut orang
untuk saling menerima apa adanya?

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa cinta yang sejati tidak
terlalu banyak membuat perhitungan. Cinta yang sejati itu mengalir
begitu saja dalam hidup ini. Yang penting bagi manusia adalah
menumbuhkan cinta yang sejati itu. Orang mesti berani menerima
kekasihnya apa adanya. Tidak terlalu banyak memberikan penilaian
terhadap kekasihnya.

Namun sering yang terjadi dalam hidup sehari-hari adalah orang
membendung cinta yang tanpa batas. Orang membatasi diri memilih sesuai
dengan kesukaannya. Orang kurang melihat cinta yang tulus dari
kekasihnya. Akibatnya, terjadi perendahan martabat manusia. Kita
menyaksikan istri yang bunuh suaminya. Atau sebaliknya, suami yang
tega menghilangkan nyawa istrinya. Hidup manusia akhirnya tidak damai.
Hidup yang semestinya bahagia berubah menjadi hidup yang mengerikan.
Karena itu, kita mesti bercermin dari cinta Tuhan yang begitu besar
kepada manusia. Tuhan tidak pernah memilih untuk mencintai seseorang
lebih dari yang lainnya. Tuhan mencintai semua orang yang telah
diciptakanNya. Tuhan menerima semua ciptaanNya itu, entah cacat atau
tidak. Tuhan menawarkan kasihNya itu kepada semua orang.

Mari kita membangun cinta yang tanpa batas di antara kita. Dengan
demikian, hidup ini menjadi lebih baik dan berguna bagi semua orang.
Hidup ini menjadi suatu kesaksikan tentang kebaikan Tuhan. Tuhan
memberkati. **

Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Selasa, 19 Juli 2011

Menghargai Produk dalam Negeri

Menghargai karya sendiri tampaknya masih harus diperjuangkan oleh
banyak warga negeri ini. Mengapa? Karena lebih banyak warga negeri ini
yang lebih menyukai produk-produk luar negeri. Mereka merasa gengsi
mereka lebih tinggi, ketika mereka menggunakan produk luar negeri itu.
Padahal produk dalam negeri belum tentu kalah kualitasnya daripada
produk luar negeri.

Salah seorang yang punya kecintaan terhadap produk dalam negeri
adalah Carmanita. Perempuan perancang lulusan Jurusan Administrasi dan
Keuangan Universitas San Fransisco, Amerika Serikat, ini menyukai
batik. Ia mempromosikan batik untuk dipakai oleh anak-anak bangsa ini.
Caranya sangat unik. Ia merancang motif batik menggunakan mobil
Mercedes Benz. Mobil batik itu dicat dengan teknik air brush bermotif
batik warna ungu dengan paduan putih.

Tentang karyanya ini, ia berkata, "Saya mengerjakannya selama lebih
kurang sebulan. Motifnya saya ambil dari motif kain batik kesayangan
saya. Ya, tentu, ini kebanggaan saya karena karya ini the first in the
world."

Sahabat, tidak gampang mencintai produk negeri sendiri. Memang ada
pepatah, hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri
sendiri. Artinya, kecintaan terhadap produk-produk di negeri sendiri
mesti menjadi hal yang utama. Namun dalam kenyataan hidup, banyak
orang lebih memilih produk luar negeri untuk kebutuhan hidupnya.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Mungkin jawabannya adalah orang ingin
tampil lebih bergengsi. Orang ingin dikatakan sebagai orang yang punya
kemampuan yang lebih daripada orang lain. Orang ingin diakui
kehadirannya. Orang ingin diakui kemapanannya. Meskipun untuk itu,
orang mesti bayar lebih mahal. Tentu saja sikap seperti ini sah-sah
saja. Orang memiliki kebebasan untuk menggunakan apa yang menjadi
keinginannya.

Namun orang juga mesti selalu terbuka untuk menghargai produk-produk
negeri ini. Produk-produk negeri ini sebenarnya tidak kalah kualitas
dari produk-produk luar negeri. Ada begitu banyak produk negeri ini
yang memiliki kualitas yang tinggi. Karena itu, anak-anak bangsa ini
mesti memiliki kepedulian untuk mempromosikannya.
Apa yang dibuat oleh Carmenita merupakan suatu langkah awal untuk
sungguh-sungguh menghargai produk-produk negeri ini. Tentu saja ada
banyak tantangan dan rintangan yang mesti dilalui. Orang mesti yakin
bahwa produk negeri ini memiliki nilai dan mutu yang baik bagi
kehidupan manusia.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa menghargai
produk-produk unggul negeri ini. Dengan demikian, kita dapat memiliki
daya kreatif yang tinggi untuk menciptakan produk-produk yang bermutu.
Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Senin, 18 Juli 2011

Memaknai Alat-alat Tekhnologi sebagai Sarana

Suatu hari seorang bapak mengeluh tentang anaknya yang duduk di SMA. Bapak itu mengatakan bahwa anaknya sangat jauh berbeda. Tidak seperti waktu masih di SMP. Dulu anaknya itu mematuhi perintah-perintahnya. Sekarang anak itu sulit diatur. Dia lebih suka bermain game di komputer. Sampai tidak tahu waktu.

Bapak itu berkata, "Anak saya sekarang ini lebih banyak waktu di depan komputer. Begitu selesai sekolah, dia langsung menghilang. Tidak makan dulu. Sampai jam lima sore baru pulang ke rumah."

Situasi seperti ini membuat bapak itu semakin resah. Ia semakin sulit mengatasi anaknya. Ada banyak alasan yang dikemukakan oleh anaknya. Tentang makan, misalnya, anaknya selalu mengatakan ia sudah makan. Padahal nyata-nyatanya belum makan. Ia kuatir kalau-kalau anaknya itu nanti jatuh sakit.

Bapak itu berkata, "Anak saya ini pernah sakit berat, karena kurang gizi. Dia harus dirawat di rumah sakit beberapa hari. Saya harus keluarkan biaya untuk rumah sakit. Padahal saya ini bukan orang kaya..."

Bapak itu tidak punya cara lagi untuk menghentikan kebiasaan buruk anaknya. Suatu hari bapak itu mendapatkan satu cara yang menurutnya sangat ampuh. Ia membelikan anaknya sebuah komputer lengkap dengan gamenya. Ia merasa senang melihat anaknya tidak meninggalkan rumahnya. Namun kebiasaan anaknya tetap sama. Ia terpaku di depan komputer itu bermain game.

Sahabat, alat-alat modern sedang menguasai hidup manusia. Manusia mudah terkecoh oleh hadirnya barang-barang elektronik yang mewah itu. Seolah-olah alat-alat itu menjadi segalanya dalam hidup manusia. Orang gampang tergoda. Orang sulit untuk melepaskan diri dari pengaruh alat-alat teknologi cangggih.

Keresahan bapak terhadap kebiasaan anaknya dalam kisah tadi menjadi salah satu contoh betapa orang mudah dikuasai oleh kecanggihan teknologi. Karena itu, orang mesti ingat bahwa alat-alat tekhnologi itu hanyalah sarana yang memudahkan manusia dalam hidup ini. Alat-alat itu bukanlah segalanya. Alat-alat itu mesti diperlakukan sebagai sarana. Bukan hal yang utama dalam hidup manusia.

Ketika orang mengandalkan alat-alat teknologi canggih itu dalam hidup, orang akan mengalami keresahan dalam hidupnya. Orang tidak akan mengalami ketenteraman dalam hidup ini. Rasa damai menjadi hilang. Orang akan bertengkar satu sama lain.

Sebagai orang beriman, kita mesti mengandalkan kekuatan Tuhan dalam hidup ini. Damai akan terjadi dalam hidup ini. Ketika orang mengandalkan Tuhan, yang terjadi adalah orang menjalani hidup ini dengan tenteram. Tidak akan ada keresahan dalam hidup ini. Soalnya, apakah manusia mau menyerahkan hidupnya kepada Tuhan? Atau manusia lebih mengandalkan diri dan alat-alat tekhnologi canggih dalam hidupnya?

Mari kita andalkan Tuhan dalam hidup ini. Alat-alat tekhnologi canggih yang kita miliki itu hanyalah sarana yang membantu kita untuk menyerahkan hidup kepada Tuhan. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Minggu, 17 Juli 2011

Terus Berjuang bagi Kepentingan Bersama

Masih adakah sosok orang-orang yang berani berkorban bagi bangsa dan negara di negeri ini? Bukankah banyak orang hanya mementingkan diri sendiri? Bukahkah berbagai persoalan korupsi di negeri ini bermula dari penonjolan kepentingan diri sendiri? Orang ingin kaya mendadak. Orang ingin memiliki harta dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat. Akibatnya, uang rakyat dirampas begitu saja dengan cara-cara yang tidak halal.

Kasus-kasus korupsi yang melibatkan berbagai pihak di negeri ini menjadi salah satu contoh tidak adanya orang-orang yang berani berkorban bagi bangsa dan negara. Mereka hanya bekerja demi kepentingan diri sendiri. Kepentingan rakyat banyak diabaikan. Akibatnya terjadi jenjang yang begitu dalam antara si kaya dan si miskin. Si kaya boleh berfoya-foya. Sedangkan si miskin terpaksa hidup apa adanya. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok saja tidak mampu.

Krisbiantoro merasakan situasi sekarang ini sebagai situasi yang memprihatinkan. Pria berusia 73 tahun ini pernah terlibat dalam masa perjuangan kemerdekaan negeri ini. Ia merasakan ada berbedaan yang begitu besar antara generasinya dengan generasi sekarang. Ia memberi contoh kasus kejahatan uang milik rakyat yang dilakukan oleh Gayus Tambunan.

Kris Biantoro mengatakan bahwa sepertinya generasi muda sekarang perlu untuk kembali "dipertemukan" dan "diperkenalkan" dengan sosok-sosok ksatria. Sosok orang-orang yang berani berkorban demi bangsa dan negara. Ia memberi contoh Jenderal Sudirman, Jenderal Ahmad Yani, Jenderal Gatot Subroto yang menjadi idola kaum muda pada zamannya. Mereka telah menunjukkan korban yang begitu besar bagi bangsa dan negara ini.

Sambil berseloroh, ia berkata, "Jangan seperti sekarang. Hampir setiap hari kita ini dicekoki soal Gayus Tambunan."

Sahabat, tugas setiap warga negara adalah menyelamatkan bangsa dan negara ini dari kehancuran. Namun soalnya adalah kita kekurangan kesatria yang berani berkorban. Artinya, orang-orang yang sungguh-sungguh berjuang bagi kepentingan bangsa dan negara ini.

Tentu saja hal ini terjadi karena bangsa kita sudah kehilangan semangat berjuang. Yang ada sekarang ini adalah bangsa penikmat. Perjuangan untuk merebut kemerdekaan sudah lama berlalu. Perjuangan untuk membangun bangsa dan negara ini juga tampaknya sudah berlalu. Karena itu, yang ada sekarang adalah menikmati hasil perjuangan dan pembangunan. Tidak usah heran tumbuh dan berkembang Gayus-gayus dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Karena itu, apa yang dikatakan oleh Krisbiantoro patut kita serap dalam hidup kita. Sebagai bangsa, kita perlu mencontoh sosok-sosok pejuang. Mereka telah berani mengorbankan hidup untuk kita. Mereka memberi semangat bagi kita untuk memacu diri menjadi bangsa pejuang. Mari kita terus-menerus berjuang bagi kemajuan bangsa dan negara ini. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Sabtu, 16 Juli 2011

Membangun Komunikasi Kasih

Brutalisme bisa terjadi karena miskomunikasi atau komunikasi yang tidak berjalan dengan baik. Peristiwa berdarah yang terjadi di Koja, Jakarta Utara, Rabu tanggal 14 April 2010 lalu merupakan salah satu contohnya. Menurut beberapa sumber, ada miskomunikasi antara pimpinan dengan anak buah di lapangan. Komunikasi yang tidak berjalan dengan baik itu menyebabkan terjadinya kerusuhan. Orang tidak saling mengerti. Akibatnya, yang dilakukan adalah menyerang orang lain.

Menyaksikan hal ini, seorang penyiar radio sekaligus pembawa acara, merasa galau. Jatuhnya korban tewas dan banyaknya korban luka mengusik hatinya. Ia berkata, "Brutalitasme ini buah dari ranting dan cabang miskomunikasi yang buruk antara aparat dan masyarakat. Akarnya adalah hukum yang tak kenal rasa keadilan, lalu ditiup angin bisik-bisik kepentingan. Ini puisi kegalauan hatiku."

Menurutnya, ketidakadilan yang dirasakan rakyat sudah demikian dalam. Akibatnya, mudah sekali meluap menjadi kebrutalan. Ia berkata, "Pendengar radio di mana aku siaran juga mempertanyakan mengapa hal itu bisa terjadi? Satpol PP memang menggemaskan. Tetapi saat personelnya ada yang meninggal dunia, kita juga merasa prihatin dan simpati. Mereka juga manusia."

Ia mengimbau para penegak hukum supaya tidak hanya bicara soal hukum formal, tetapi memperhatikan juga rasa keadilan. Ia berkata, "Kalau negara ini cinta rakyatnya, sebaiknya aparat negara tidak menggunakan cara-cara kekerasan. Lebih baik kita berdialog. Meski alot dan lama, hasilnya memuaskan dan bisa meminimalkan korban."

Sahabat, kita hidup dalam dunia komunikasi yang begitu maju. Ada alat-alat komunikasi yang dapat membantu manusia untuk menjalin komunikasi dengan sesamanya. Soalnya adalah apakah manusia sungguh-sungguh menggunakan komunikasi itu demi kebaikan? Atau manusia menggunakan alat-alat komunikasi itu untuk menindas yang lain?

Persoalan yang terjadi adalah manusia tidak sungguh-sungguh menjalin komunikasi. Dalam komunikasi itu yang terjadi hanya satu arah. Akibatnya, komunikasi yang tidak berjalan dengan semestinya itu dapat menimbulkan ketidakadilan. Pihak yang satu memaksakan kehendaknya kepada pihak yang lain. Ada tindakan penindasan dalam hal ini.

Karena itu, manusia mesti mengubah pola berkomunikasi. Dengan alat-alat komunikasi yang canggih di zaman modern ini, orang mesti menggunakannya sebaik-baiknya untuk kemajuan bersama.

Untuk itu, komunikasi yang dilakukan itu mesti mendahulukan kepentingan bersama. Komunikasi yang mementingkan kedamaian bagi semua orang. Tentu saja hal ini tidak mudah dilakukan. Namun kalau orang sungguh-sungguh mau belajar, orang akan menemukan suatu komunikasi yang membahagiakan semua orang.

Sebagai orang beriman, komunikasi yang kita lakukan mesti berlandaskan pada kasih seorang terhadap yang lain. Kita ingin membangun komunikasi, karena kita mengasihi sesama kita. Kita ingin agar kasih itu menjadi andalan dalam hidup ini. Mari kita terus-menerus membangun komunikasi kasih di antara kita. Dengan demikian, hidup ini menjadi sesuatu yang membahagiakan. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Jumat, 15 Juli 2011

Dahulukan Karakter Damai

Kisah mengerikan terjadi di daerah Koja, Tanjung Priok, Rabu, tanggal 14 April 2010 lalu. Di jalanan, ribuan warga melempari aparat Satuan Polisi Pamong Praja dan polisi dengan apa saja. Sesekali mengejar petugas, kemudian merampas peralatan mereka. Aparat juga melawan. Mereka bergiliran melemparkan batu ke arah warga. Sesekali menembakkan meriam air atau gas air mata ke kerumunan warga. Kejar-kejaran tak terhindarkan.

Perang kota ini hanya berlangsung di jalan di wilayah Koja, Jakarta Utara. Perang tak terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja yang menjadi tempat perawatan korban-korban luka. Kedua pihak dirawat di satu ruang, Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Koja. Rumah sakit ini juga menjadi tempat berlindung bagi mereka yang lelah berperang di jalan.

Di RSUD Koja tidak ada permusuhan. Semua yang berada di tempat ini hanya mereka yang memerlukan pertolongan. Pihak rumah sakit mengambil sikap tegas. Caroline, Wakil Direktur RSUD Koja, berkata, "Kami harap tenang, sabar. Jangan ganggu kami memberi pengobatan. Semua warga akan kami tolong."

Selama bentrok berdarah itu, kepanikan terpusat di Ruang IGD RSUD Koja. Sanak keluarga menunggu di depan pintu masuk ruangan itu. Hampir semua korban dibawa tim medis dengan ambulans ke ruangan ini. Suasana di IGD RSUD Koja hiruk-pikuk. Selama penantian para korban luka, mereka yang bertikai tak saling bentrok di rumah sakit. Kedua pihak sama-sama bisa menahan diri.

Sahabat, bentrokan fisik selalu meninggalkan kepedihan bagi mereka yang menjadi korban. Ada yang mesti menanggung penderitaan. Peristiwa yang terjadi di Tanjung Priok itu (atau di mana saja) menjadi sebuah bahan refleksi bagi manusia. Rakyat dan pihak yang memiliki kekuasaan mesti merefleksikan peristiwa yang terjadi. Mengapa harus terjadi bentrokan fisik di antara manusia? Bukankah ada cara-cara damai yang mesti dilalui untuk mengatasi bentrok fisik?

Karena itu, yang dibutuhkan dalam hidup manusia ini adalah karakter manusia yang senantiasa mendahulukan damai. Tidak gampang menemukan orang yang memiliki karakter seperti ini. Orang mesti berusaha dengan berbagai cara untuk memiliki karakter yang kuat dalam memperjuangkan damai dalam hidup. Ada berbagai tantangan yang mesti dihadapi.

Orang beriman diajak untuk memiliki karakter yang senantiasa mendahulukan damai. Untuk itu, orang beriman mesti menjauhkan dirinya dari permusuhan dan kebencian dalam hatinya. Orang mesti melepaskan diri dari dua hal ini untuk menumbuhkan karakter damai dalam dirinya. Tentu saja hal ini tidak mudah.

Namun kita dapat menyerap contoh dalam tragedi Tanjung Priok dalam kisah tadi. Orang mesti berani untuk saling mengampuni dalam hidup ini. Dengan demikian, hidup ini memiliki makna yang lebih mendalam. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Kamis, 14 Juli 2011

Berani Meninggalkan Keinginan Pribadi

Perceraian selalu meninggalkan kepedihan dalam hidup. Pasangan yang bercerai sebenarnya mengingkari cinta yang telah lama mereka jalin. Mereka mengakui kegagalan dalam membangun cinta itu. Karena itu, jalan pintas mereka pilih. Untuk sementara, peristiwa perceraian menguntungkan kedua belah pihak. Namun mesti diakui bahwa peristiwa perceraian meninggalkan luka dalam diri orang-orang yang hidup di sekitar mereka.

Pengalaman ini dialami aktor Jake Gyllenhaal yang tak kuasa menghilangkan rasa sedihnya saat kedua orangtuanya mengabarkan perceraian mereka setelah 29 tahun menikah. Namun, bintang film Brokeback Mountain berusia 29 tahun ini menghormati keputusan orangtuanya itu.

Ia berkata, "Sesakit apa pun perceraian itu, kita semakin realistis melihat sebuah hubungan. Ada hubungan pernikahan yang bisa berlangsung selamanya, tetapi ada pula yang sementara saja. Perlu keberanian mereka untuk membuat keputusan ini. Mereka tetap orangtua yang luar biasa bagi saya dan saudara saya aktris Maggie Gyllenhaal."

Melalui perceraian orangtuanya ini, Gyllenhaal mengaku bahwa tidak ada yang sempurna dalam hidup ini. Namun orang mesti tetap selalu berusaha untuk meraih kesempurnaan dalam hidup ini. Untuk mencapai kesempurnaan itu tidak gampang. Tidak sekali jadi dalam satu usaha. Ada aral yang melintang dalam usaha untuk meraih kesempurnaan itu.

Sahabat, banyak orang tahu dan mengerti bahwa perceraian itu meninggalkan penderitaan dalam hidup ini. Ada luka yang terasa sakit yang menusuk hati seseorang. Namun sering orang mengambil langkah nekat untuk saling bercerai. Orang memutuskan untuk berpisah dengan berbagai alasan.

Pertanyaannya, mengapa manusia tega untuk saling memisahkan diri dari perkawinan yang sakral dan suci itu? Jawaban atas pertanyaan ini tentu saja bermacam ragam. Namun satu hal yang pasti, yaitu egoisme menjadi faktor paling kuat dalam perceraian itu. Orang hanya mementingkan keinginan dirinya sendiri. Orang memaksakan keinginan dirinya sendiri kepada pasangannya. Tidak ada kesepakatan di antara pasangan ini. Yang mereka pentingkan hanyalah pemenuhan egoisme mereka.

Karena itu, orang beriman mesti selalu hati-hati dalam hal ini. Orang tidak boleh cepat-cepat memutuskan untuk berpisah setelah menjalin relasi cinta yang mendalam dan lama. Orang mesti berusaha untuk mengerti pasangannya. Orang tidak boleh memaksakan kehendaknya sendiri terjadi dalam kehidupan berkeluarga.

Ketika sebuah pasangan menyadari sungguh-sungguh makna perkawinan dalam hidup mereka, perkawinan mereka akan langgeng. Namun ketika orang hanya mementingkan keinginan dirinya sendiri, perkawinan akan mudah rapuh dan goyah. Karena itu, orang beriman yang hidup dalam perkawinan mesti selalu menyadari pentingnya perkawinan bagi keselamatan dan kebahagiaan masing-masing pasangan. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/