Selasa, 16 Agustus 2011

Menjadi Lebih Baik

Manusia ingin hidupnya normal. Manusia ingin hidup sesuai dengan kepribadiannya yang sesungguhnya. Karena itu, manusia tidak ingin memerankan diri orang lain. Ia ingin tampil seperti apa adanya. Namun kadang-kadang hal ini sulit terjadi. Mengapa? Karena orang ingin bermain peran. Orang juga ingin memerankan diri orang lain. Akibatnya, yang tampil bukan dirinya sendiri. Yang tampil adalah diri orang lain.

Cate Blanchett berharap bisa jadi sosok yang sedikit lebih misterius. Aktris berusia 42 tahun yang main di film Robin Hood ini mulai merasa kuatir kehidupan pribadinya diekspos terlalu banyak. Akibatnya, penggemarnya kesulitan membedakan antara dia sebagai pribadi dan karakter yang diperankannya. Dia lebih senang dikenal karena pekerjaannya.

Ia berkata, "Secara pribadi, aku senang menjadi 'bunglon'. Bisa memainkan banyak peran. Tapi aku mulai bertanya-tanya, jangan-jangan aku sudah diekspos terlalu banyak sebagai Cate Blanchett, bukan karakter yang kuperankan."

Cate Blanchett pernah meraih penghargaan tertinggi di dunia film, yaitu piala Oscar. Ibu tiga orang anak ini berkata, "Memang menyenangkan bicara tentang menjadi seorang ibu, tentang suamiku, dan hal pribadi lainnya. Tapi, aku lebih senang orang fokus pada pekerjaanku. Aku tak mau menjadi apa yang kusebut sebagai penampil kepribadian dan berharap kalian melihat diriku, bukan karakterku di layar lebar."

Sahabat, tentu saja setiap dari kita ingin memerankan diri kita sendiri. Kita ingin menjadi diri kita sandiri. Kita tidak ingin memerankan kepribadian orang lain. Kita tidak ingin memiliki kepribadian ganda.

Karena itu, apa yang mesti kita buat? Yang mesti kita buat adalah pertama-tama kita menerima diri kita apa adanya. Kita tidak boleh menolak kepribadian yang sudah kita miliki itu. Dengan kepribadian yang kita miliki itu, kita berusaha untuk mengembangkannya semaksimal mungkin. Kita kembangkan diri kita menjadi orang yang kuat bertahan dalam perubahan-perubahan zaman. Kita tahu bahwa arus zaman dapat menjadi tantangan bagi kita dalam mengekslporasi kepribadian kita.

Hal berikutnya yang perlu kita lakukan adalah kita tidak perlu tergoda untuk menjadi diri orang lain. Belum tentu kepribadian orang lain yang kita lihat baik itu cocok dengan diri kita. Bisa saja hal itu menjadi jebakan bagi kita, sehingga kita tidak dapat bertumbuh dan berkembang dengan lebih baik.

Yang mesti kita lakukan adalah kita berusaha untuk menjadi lebih baik. Ini pangilan semua orang. Dengan cara-cara yang baik yang kita tempuh, kita ingin menjadi lebih baik lagi dalam perjalanan hidup kita. Kita tahu bahwa usaha untuk menjadi lebih baik itu tidak gampang. Ada banyak tantangan dan rintangan. Ada banyak jalan berliku yang mesti kita lewati.

Sebagai orang beriman, kita berusaha bersama Tuhan untuk memiliki kepribadian yang lebik. Sambil berusaha, kita mohon bantuan Tuhan, agar kita dibimbing untuk menjadi lebih baik. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Senin, 15 Agustus 2011

Berusaha Belaku Benar dan Jujur

Menjadi kaya raya memang tak dilarang. Namun, kalau mendadak jadi paling kaya, ya, itu yang bikin orang tercengang. Pemerintah pun jadi curiga. Ini kisah seorang terkaya di China yang harus mendekam di balik jeruji.

Namanya Huang Guangyu. Beberapa waktu lalu duitnya yang sejumlah 6,3 milyar dollar Amerika Serikat itu dituduh merupakan hasil manipulasi. Huang ikut bermain di pasar saham. Soalnya adalah cara yang dilakukannya adalah ilegal. Untuk dapat selalu menang, ia sering menggeluarkan uang suap.

Huang adalah bos besar grup Gome yang merupakan toko elektronik terbesar kedua di China. Akibat perbuatannya itu, pihak pemerintah menangkap Huang. Dugaannya adalah ia memanipulasi dua perusahaan masuk bursa saham, yakni Snlian Comersial Co dan Beijing Centergate Techonolgies Co.

Menurut hakim yang mengadilinya, Huang terbukti bersalah melakukan penyuapan pajak, bisnis saham ilegal. Ia juga memanipulasi bursa saham. Karena itu, selain masuk bui, ia juga harus membayar denda 600 juta yuan atau setara dengan 88 juta dollar AS.

Huang dituduh menawarkan uang suap sebesar 4,56 juta yuan atau sekitar 667.000 dollar AS kepada sejumlah pejabat. Pengadilan atas Huang merupakan kasus pertama terhadap orang kaya di China dan sekaligus mempresentasikan suatu pengadilan terhadap dunia swasta. Hal itu menunjukkan bahwa siapa pun warga China yang melakukan kejahatan, termasuk orang penting, harus diperlakukan sama di muka hukum.

Sahabat, sudahkah Anda mendapatkan perlakuan yang sama di muka hukum? Bukankah berbagai persoalan yang terjadi di negeri ini, karena yang kuat selalu menindas yang lemah? Bukankah manipulasi dan korupsi masih menjadi momok yang menakutkan di negeri ini?

Beberapa waktu lalu kita menyaksikan seorang nenek tua renta mesti mendekam di penjara lantaran mencuri beberapa buah kakao. Ia harus mengalami penderitaan atas apa yang dialaminya. Namun bagaimana dengan mereka yang telah menilap uang rakyat miliaran rupiah? Sudahkah mereka mendapatkan perlakuan hukum yang sama dengan nenek itu?

Kalau kita merefleksikan lebih dalam, kita mesti mengakui bahwa di negeri ini keadilan masih jauh dari harapan masyarakat. Akibatnya, sering kita saksikan ada penghakiman massa terhadap penjahat dan kejahatan yang dilakukan. Masyarakat mengambil inisiatif sendiri untuk menuntut kesamaan hak di muka hukum.

Kiranya kisah tadi memberi inspirasi bagi kita semua untuk berlaku benar dan jujur. Cara-cara yang melawan hukum mesti disingkirkan oleh setiap warga negara, agar kehidupan bersama menjadi lebih baik. Kalau kita ingin kesejahteraan terjadi dalam kehidupan kita, maka kita harus meninggalkan cara-cara yang melanggar hukum. Dengan demikian, hidup kita menjadi damai dan bahagia. Kita tidak perlu diseret ke meja hijau untuk diadili. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Sabtu, 13 Agustus 2011

Mengejar Kesuksesan

Namanya Sichiro Honda. Ia bukan berasal dari keluarga kaya. Ia berasal dari keluarga miskin. Sebenarnya kondisi seperti itu sudah menjadi kesimpulan bahwa ia akan tetap menjadi orang miskin. Apalagi prestasinya di sekolah terhitung sangat rendah. Ia tidak suka membaca. Ia termasuk anak yang nakal dan suka bolos. Akibatnya, hasil ulangannya selalu buruk.

Namun ketika duduk di kelas lima, bakat Soichiro dalam bidang sains mulai terlihat. Bahkan setiap kali pengajarnya memberikan pertanyaan, dengan mudah ia menjawab pertanyaan itu. Sayang, Soichiro hanya mampu menikmati bangku pendidikan hingga sekolah menengah pertama. Namun ia tidak mau menyesali nasibnya itu. Ia lalu memutuskan untuk melamar pekerjaan dan diterima sebagai montir.

Sewaktu saya bekerja sebagai pegawai rendahan (montir), saat itu benar-benar merupakan ujian ketabahan yang paling berat, yang pernah dihidupi seumur hidup saya. Namun di masa-masa setelah itu saya tidak takut lagi menghadapi rintangan apa pun berkat ketabahan saya selama menjdai kacung."

Ketabahan, ketekunan dan kerja kerasnya itu pun membuahkan hasil. Soichiro menjadi bos industri motor dan mobil Jepang bermerek terkenal 'Honda'.

Sahabat, kisah sukses Soichiro Honda mungkin satu dari sekian juta keberhasilan manusia. Banyak orang berdecak kagum mendengar kisah sukses Soichiro Honda ini. Bagaimana mungkin seorang montir rendahan bisa menjadi seorang taipan otomotif? Apalagi mereka otomotif yang dimilikinya bukan sembarangan. Namanya sendiri telah ia bubuhkan untuk merek otomotif tersebut, yaitu Honda.

Mungkin banyak orang berpikir bahwa Honda yang sekarang menjadi salah satu kendaraan yang merajai dunia itu tumbuh dari kebesaran. Ternyata tidak. Honda itu tumbuh dari seorang bernama Soichiro. Ia membangunnya dari kerja keras penuh ketekunan dan kesabaran.

Kisah ini mau mengatakan kepada kita bahwa kesuksesan tidak diraih dengan hanya bermimpi. Kesuksesan diraih melalui kerja keras. Orang mesti melewati berbagai macam rintangan dan tantangan untuk meraih sukses. Orang mesti membangun kesuksesan itu dari berkali-kali jatuh dan bangun kembali.

Karena itu, orang mesti berjuang untuk meraih kesuksesan. Orang tidak perlu menunggu kesuksesan itu mendatanginya. Tetapi orang mesti mengejar kesuksesan itu. Caranya adalah dengan bekerja keras dengan penuh ketabahan. Ketika orang mengalami kegagalan dalam usahanya, orang tidak perlu meratapinya. Yang mesti dilakukan adalah orang mesti bangun kembali dengan menganalisa kelemahan-kelemahannya. Orang mesti berusaha menemukan titik-titik kegagalan itu untuk membuat strategi-strategi baru.

Sebagai orang beriman, usaha kita mengejar kesuksesan dan kebahagiaan tentu selalu bersama Tuhan. Kita yakin bahwa Tuhan dapat membantu kita dalam usaha-usaha kita merebut kesuksesan itu. Karena itu, mari kita sertakan Tuhan dalam usaha-usaha kita. Dengan demikian, kebahagiaan menjadi bagian hidup kita. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ

Jumat, 12 Agustus 2011

Berani Mengorbankan Hidup

Menjelang pertengahan bulan, pusing mulai melanda seorang bapak. Pekerja kontrak di sebuah rumah sakit terkenal di Jakarta ini harus memikirkan biaya tambahan bagi anak keduanya yang baru saja lulus SMP. Anaknya itu harus melanjutkan sekolahnya ke tingkat SMA. Artinya, ia mesti menyiapkan biaya tambahan untuk sang anak. Padahal gaji pria berusia 42 tahun ini tidak besar.

"Kalau masuk SMA swasta, uang masuk sekitar Rp 2 juta. Kalau ke sekolah negeri, belum tentu dapat. Ah, pusing," kata bapak yang sehari-hari bertugas membersihkan salah satu bagian selasar rumah sakit itu.

Sebagai pegawai lepas, ia diupah Rp 41.000 per hari. Kalau absen, melayanglah upah hari itu. Bila dikumpulkan, ia menerima sekitar Rp 1,2 juta per bulan. Uang itulah yang menjadi satu-satunya sumber keluarga lantaran istrinya tidak bekerja. Dengan uang itu, ia menghidupi istri dan empat orang anaknya. Mereka memilih tinggal di Citayam, karena biaya hidup di daerah ini lebih murah ketimbang di Jakarta, termasuk biaya sekolah.

Setiap bulan, keluarga ini menyisihkan Rp 200.000 untuk iuran pendidikan dua anak mereka yang duduk di kelas III SMP dan I SD. Sisanya digunakan untuk makan dan transportasi bapak itu ke tempat kerja.

Sahabat Sonora, kehidupan manusia ternyata tidak segampang yang dipikirkan banyak orang. Apalagi hidup yang dialami mereka yang berpenghasilan pas-pasan. Mereka harus berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar hidup mereka. Mereka harus berjuang mati-matian untuk mendapatkan sesuap nasi.

Kisah Yudi tadi menunjukkan kepada kita bahwa usaha keras mesti ia lakukan demi keberhasilan anak-anaknya. Ia mesti mengorbankan hidupnya demi orang-orang yang disayanginya. Ada tantangan yang mesti ia hadapi. Ada rintangan yang mesti ia lewati. Dan ketika ia berhasil melewati rintangan-rintangan itu, ia akan mengalami sukacita. Kegembiraan menjadi bagian dari hidupnya.

Tentu saja suatu kesuksesan dalam hidup diraih melalui korban. Orang mengatakan bahwa keberhasilan itu diraih berkat tetes-tetes airmata yang dicucurkan. Orang yang mau berhasil tanpa berkorban hanyalah bermimpi.

Orang yang mencintai sesamanya tanpa berkorban juga hanyalah suatu mimpi. Karena itu, orang yang sungguh-sungguh mencintai sesamanya mesti berani mengorbankan hidupnya bagi yang dicintainya itu.

Karena itu, orang beriman mesti berani mengorbankan hidupnya demi kebaikan hidup sesamanya. Ketika seseorang mengorbankan hidupnya demi mereka yang dicintainya, ia akan menemukan hidup ini menjadi lebih bermakna. Hidup ini menjadi lebih indah. Mari kita berusaha untuk terus-menerus berkorban demi mereka yang kita cintai. Dengan demikian, hidup ini menjadi semakin indah dan damai. Hidup ini bukan menjadi beban, tetapi menjadi berkat bagi banyak orang. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Kamis, 11 Agustus 2011

Menyadari Kehadiran Tuhan dalam Hidup

Masih adakah mukjijat dalam hidup kita? Apakah Tuhan masih memperhatikan hidup kita? Mungkin pertanyaan-pertanyaan ini sering timbul tenggelam dalam hidup kita. Apalagi ketika kita mengalami penderitaan.

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini muncul dalam hidup kita. Kadang-kadang pertanyaan-pertanyaan seperti ini merupakan cerminan ketidakpercaayaan karena musibah yang kita alami. Dalam kondisi terpuruk seperti itu, kita bisa mempertanyakan kebaikan Tuhan. Kita mempertanyakan kehadiran Tuhan dalam hidup kita.

Namun dalam perjalanan hidup manusia kita mesti mengatakan bahwa Tuhan masih tetap hadir dalam hidup kita. Hal ini terjadi dalam hidup seorang bocah berusia 9 tahun bernama Ruben van Assouw. Ia adalah satu-satunya korban selamat dalam kecelakaan pesawat di Tripoli, Libya, pada Rabu, tanggal 12 Mei 2010. Ia ditemukan hidup di puing-puing pesawat Airbus A330 milik Afriqiyah Airways itu. Pesawat itu jatuh saat hendak mendarat di Tripoli dalam penerbangan dari Johannesburg. Kecelakaan itu sendiri menewaskan 103 penumpangnya.

Bukankah hal ini menunjukkan bahwa Tuhan masih ada? Bukankah Tuhan masih tetap menemani perjalanan hidup manusia? Karena itu, Daily Mail, sebuah harian di Inggris, memberi judul Anak Ajaib saat menulis tentang Ruben. Atau Harian Bild dari Jerman memberi judul Keajaiban dari Tripoli.

Mengapa terjadi keajaiban? Karena Tuhan hadir. Tuhan memberikan perlindungan kepada umatNya. Keajaiban itu terjadi karena Tuhan tidak mau membiarkan manusia binasa begitu saja. Tuhan mau mengatakan kepada manusia bahwa Tuhan tetap peduli terhadap kehidupan. Ruben menjadi saksi kebaikan Tuhan itu. Ruben menjadi tanda bahwa Tuhan tetap mencintai manusia.

Sahabat, apakah Anda juga merasakan kebaikan Tuhan, ketika Anda sedang mengalami musibah? Ketika Anda mengalami bahwa hidup ini begitu penat oleh berbagai beban kehidupan, apakah Anda masih merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup Anda? Atau justru sebaliknya, Anda justru tidak merasakan kehadiran Tuhan dalam pergulatan hidup Anda?

Tentu saja saya yakin, Anda masih merasakan kebaikan Tuhan dalam hidup Anda. Tuhan hadir dalam berbagai cara, ketika Anda mengalami musibah dalam hidup ini. Tuhan hadir melalui orang-orang yang membantu Anda dalam musibah itu. Misalnya, Anda mengalami kecelakaan lalulintas, ada orang-orang yang dengan tulus hati membawa Anda ke rumah sakit. Ada orang-orang yang merawat dan menjaga Anda. Mereka memperhatikan keselamatan jiwa Anda.

Sebagai orang beriman, kita yakin bahwa Tuhan punya seribu satu cara untuk menghadirkan diri dalam hidup kita. Kehadiran Tuhan itu melulu demi kebahagiaan kita. Karena itu, yang mesti kita sadari adalah kebaikan Tuhan yang senantiasa melimpah bagi hidup kita. Kasih Tuhan tetap menyertai perjalanan hidup kita. Untuk itu, hidup kita sendiri mesti menjadi saksi kebaikan Tuhan. Hidup kita sendiri mesti menampakkan kasih Tuhan terhadap manusia. Mari kita tetap menghidupi kasih Tuhan dalam hidup kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ

Rabu, 10 Agustus 2011

Menumbuhkan Keseimbangan dalam Hidup

Keseimbangan hidup merupakan dambaan setiap orang dalam hidup ini. Orang yang dapat menciptakan keseimbangan dalam hidupnya akan menemukan hidup ini begitu bermakna. Hidup ini memilki suatu kegembiraan yang luar biasa. Orang akan menjalani hidup ini dengan suatu optimisme yang tinggi.

Untuk itu, orang mesti fokus pada tujuan hidupnya. Orang tidak bisa hidup semau gue. Orang mesti memiliki rencana-rencana hidup yang pasti. Bukan asal hidup dari hari ke hari. Orang yang asal hidup saja akan menemukan hidup ini kurang bermakna. Hidup ini akan membosankan. Dan orang seperti ini akan menjalani hidup ini dengan penuh pesimisme. Tentu saja kita tidak mau seperti ini.

Jessica Alba, seorang aktris Hollywood membutuhkan keseimbangan hidup itu. Ia ingin menjalani hidup ini secara normal. Ia tidak mau hidup seperti peran-peran yang ia lakoni dalam film-film yang dibintanginya. Walaupun tahun ini mendapatkan banyak proyek pembuatan film, Alba menuturkan, yang menjadi prioritasnya bukan lagi karier di dunia layar lebar.

Alba yang bermain dalam film berjudul The Killer Inside Me ini berkata, "Prioritas saya berubah sejak punya anak. Sekarang fokus saya bagaimana memberikan yang terbaik untuk anak. Jadi, saya harus menemukan keseimbangan antara menjadi ibu di rumah dan bekerja."

Ia ingin menjalani hidup ini secara normal. Ia butuh keseimbangan untuk memiliki hidup yang normal itu. Ibu dari Monor Marie ini berkata, "Sehari-hari saya adalah orang normal, yang bergaul bersama keluarga dan teman-teman secara normal. Saya tetap warga biasa, meski bekerja sebagai pemain film."

Sahabat, tentu kita semua ingin menjalani hidup ini secara normal. Artinya, kita mendambakan keseimbangan antara hidup sehari-hari dengan pekerjaan kita. Kita tidak ingin pekerjaan atau karier kita menguasai seluruh hidup kita. Kita tidak ingin hidup kita dikuasai oleh kesibukan-kesibukan kita di luar rumah saja.

Kita butuh waktu untuk menjalani hidup ini secara normal bersama orang-orang yang kita cintai. Kita ingin mengungkapkan kasih kita kepada sesama melalui kehadiran kita yang intens di dalam keluarga kita. Kita tidak hidup hanya untuk bekerja atau mengejar kesuksesan dalam karier. Tetapi kita hidup untuk membahagiakan diri kita dan orang-orang yang kita cintai.

Karena itu, kita butuh keseimbangan dalam hidup ini. Kita butuh keseimbangan dalam membangun relasi dengan sesama. Kita butuh keseimbangan dalam kehidupan rohani kita. Kita butuh keseimbangan untuk membangun relasi pribadi dengan Tuhan yang kita imani melalui doa-doa kita.

Ketika keseimbangan itu terjadi dalam hidup ini, kita akan mengalami suasana yang membahagiakan. Kita akan mengalami betapa hidup ini memiliki makna yang begitu dalam bagi kita.

Karena itu, mari kita berserah diri kepada Tuhan. Dengan cara ini, kita dapat tetap setia kepada Tuhan dan sesama. Kita dapat membangun keseimbangan itu bersama Tuhan. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ

Selasa, 09 Agustus 2011

Tuhan Selalu Membantu Kita melalui Sesama

Suatu hari seorang pemuda terjatuh. Kakinya terpeleset saat berjalan di trotoar. Lututnya terpelecok. Ia merasakan sangat sakit. Ia berteriak meminta pertolongan. Orang-orang berdatangan mengerumuninya. Lantas empat orang lelaki segera membawanya ke rumah sakit terdekat. Ia kemudian dirawat di rumah sakit tersebut dengan jaminan mereka.

Beberapa hari kemudian ia boleh pulang ke rumahnya dengan lutut yang diperban. Keempat orang lelaki itu sudah menghilang dari hidupnya. Namun mereka telah membayar semua biaya perawatannya. Pemuda itu tidak bisa mengerti mengapa di zaman seperti ini masih ada orang yang punya kepedulian yang begitu besar terhadap sesamanya.

Namun pemuda itu tetap bersyukur atas kebaikan keempat lelaki itu. Ia telah menerima kebaikan itu. Ia tidak perlu menderita lebih lama lagi. Apalagi ia sendiri tidak punya banyak uang untuk membiayai pengobatan lututnya. Sebagai gantinya, ia mendoakan mereka, agar Tuhan memberi mereka kesehatan yang baik.

Menurut pemuda itu, bantuan yang ia butuhkan itu berasal dari Tuhan sendiri. Tuhan telah menggunakan sesamanya untuk membantu dirinya. Ternyata Tuhan masih ada. Tuhan tidak meninggalkan dirinya di saat ia sangat membutuhkan bantuan. Tuhan membantunya melalui orang lain, meski ia sendiri tidak mengenal mereka.

Sahabat, kita sering terjebak dalam persoalan-persoalan hidup kita sendiri. Kita tidak tahu bagaimana kita mesti keluar dari persoalan-persoalan itu. Ada yang kemudian lari dari persoalannya. Akibatnya, orang seperti ini merasa selalu dikejar-kejar oleh persoalan hidupnya. Hidupnya menjadi tidak bahagia. Ia menjadi orang yang mudah dikuasi oleh persoalan-persoalan hidup.

Apa yang mesti dilakukan, agar orang tidak melarikan diri dari persoalan-persoalan hidupnya? Yang mesti dilakukan adalah orang membuka hatinya kepada sesamanya. Orang berani meminta bantuan dari sesamanya. Orang mesti yakin bahwa Tuhan bekerja melalui sesama dalam hidup sehari-hari.

Untuk itu, orang mesti berani merendahkan hatinya. Orang tidak boleh menganggap dirinya dapat menyelesaikan persoalan-persoalan hidupnya dengan kekuatannya sendiri. Tuhan telah memberikan sesama bagi hidup kita untuk membantu kita dalam hidup ini. Karena itu, manusia disebut makhluk sosial. Makhluk yang tidak bisa hidup untuk dirinya sendiri. Manusia selalu hidup bersama orang lain.

Karena itu, sebagai orang beriman, kita mesti selalu menghargai keberadaan sesama di sekitar kita. Kisah tadi memberi kita inspirasi untuk senantiasa menghargai kehadiran sesama itu. Tuhan hadir dalam setiap langkah hidup kita. Tuhan siap memberikan bantuan kepada kita di saat kita mengalami persoalan-persoalan dalam hidup ini. Karena itu, mari kita membuka hati kita kepada Tuhan melalui sesama yang ada di sekitar kita. Kita membiarkan diri kita dibantu oleh Tuhan melalui sesama kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Senin, 08 Agustus 2011

Bersyukur atas Belas Kasih Tuhan

Ungkapan syukur atas keberhasilan dapat diungkapan melalui berbagai cara. Ada yang mengungkapkannya melalui pesta dengan mengundang teman-temannya. Ada yang mengungkapkannya dengan cara berteriak-teriak. Ada yang bersyukur dengan mengadakan ibadah syukuran.

Seniman Nyoman Nuarta beberapa waktu lalu sibuk menggarap proyek kawasan wisata di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Ia membangun patung sebagai ungkapan syukur masyarakat. eria berusia 60 tahun ini berkata, "Saya membangun patung sebagai ungkapan syukur masyarakat Tapanuli Tengah, karena terhindar dari tsunami yang melanda Aceh."

Patung tersebut diberi nama Patung Anugerah. Patung itu setinggi 60 meter. Namun pembuatan patung itu tidak hanya untuk mengungkapkan rasa syukur masyarakat. Pembuatan patung itu juga sebagai upaya meningkatkan kunjungan wisata ke tempat ini.

Menurut Nyoman Nuarta, selama ini pariwisata di negeri ini selalu menumpang pada obyek-obyek wisata yang sudah menjadi warisan turun-temurun. Karena itu, sejak membangun kompleks wisata Garuda Wisnu Kencana di Bali, Nuarta selalu berusaha membangun patung, lengkap dengan kawasan wisatanya.

Tentang hal ini, ia berkata, "Obyek wisata itu investasi, jadi harus diciptakan. Di sini daerahnya indah, tetapi jarang yang mau investasi."Z

Sahabat, sikap syukur atas keberhasilan yang kita capai mesti menjadi bagian dari hidup kita. Mengapa? Karena kita ini makhluk yang hanya mengandalkan kasih karunia dari Tuhan. Kita hanya bisa hidup dengan baik, karena belas kasih Tuhan. Orang yang mampu bersyukur itu orang yang merendahkan dirinya di hadapan Tuhan. Orang yang tidak menganggap dirinya mampu mengatasi segala persoalan yang dihadapinya.

Untuk itu, sikap syukur kita mesti datang dari hati yang tulus. Artinya, sikap syukur itu tumbuh dari hati yang rendah hati. Hati yang senantiasa menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Hati yang ingin kebaktiannya kepada Tuhan sebagai suatu bentuk ucapan terima kasih atas belas kasih Tuhan itu.

Namun sering manusia mengucap syukur atas kebaikan Tuhan itu berdasarkan prestasi yang diraihnya. Seolah-olah prestasi-prestasi hebat yang diraih itu hanyalah usaha manusia belaka. Karena itu, orang merasa memiliki kemampuan untuk bersyukur kepada Tuhan.

Karena itu, sebagai insan beriman, kita diajak untuk senantiasa mengungkapkan syukur kita kepada Tuhan dengan hati yang tulus. Kita tidak bersyukur hanya ketika kita meraih prestasi-prestasi dalam hidup ini. Namun kita mesti senantiasa bersyukur atas kasih karunia Tuhan yang telah kita terima. Dengan demikian, kita menjadi orang yang memiliki hidup yang damai dann tenteram. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Minggu, 07 Agustus 2011

Lawan Rasa Takut

Setiap orang pasti pernah mengalami rasa takut. Orang takut akan hal-hal yang mengancam diri dan hidupnya. Orang takut kehilangan dirinya. Orang takut tidak punya kawan dalam hidup. Orang takut menghadapi persoalan-persoalan hidupnya. Orang takut untuk mati muda, karena orang ingin hidup lebih lama dan lebih berguna bagi diri dan sesamanya. Karena itu, orang berusaha untuk melenyapkan rasa takut dari dirinya.

Persoalannya adalah mengapa orang takut? Mungkin ini pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh setiap manusia. Ketika orang menemukan jawabannya, orang akan mengalami kebahagiaan dalam hidupnya. Ketika orang berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan ini, orang tidak perlu merasa takut lagi akan hidupnya.

Eva Mendes, seorang aktris film, mengatakan bahwa salah satu ketakutan yang dialaminya adalah takut tenggelam. Karena itu, Eva yang membintangi fim The Bad Lerutenant ini berusaha keras untuk belajar berenang. Perempuan berusia 37 tahun ini percaya bahwa sangat penting orang bisa mengatasi ketakutan dalam hidup.

Tentang usahanya itu, ia berkata, "Aku berusaha melawan ketakutanku. Aku berusaha jujur pada diri sendiri dan menghadapi ketakutan itu. Aku tak bisa berenang, jadi aku minta temanku tidak memberikan pelampung. Aku tahu itu gila, tetapi aku melakukannya dan berhasil."

Sahabat, sering orang membiarkan rasa takut menjadi bagian dari hidupnya. Seolah-olah orang tidak punya kekuatan untuk melawan rasa takut itu. Akibatnya, rasa takut itu menguasai dirinya. Orang tidak bisa melepaskan diri dari rasa takut itu. Padahal rasa takut itu dapat membuat orang tidak berkembang dengan baik. Orang tidak bisa bertumbuh secara maksimal.

Karena itu, kalau orang ingin bertumbuh dengan baik, orang mesti berusaha untuk melawan rasa takut yang ada dalam dirinya. Apa yang dilakukan oleh Eva Mendes menjadi salah satu contoh bagaimana orang mesti berusaha untuk keluar dari rasa takut itu. Orang mesti berusaha untuk jujur pada dirinya sendiri. Orang tidak perlu menutup-nutupi kekurangan dirinya. Orang mesti terbuka untuk meminta bantuan orang lain untuk mengatasi rasa takut yang ada dalam dirinya. Dengan demikian, orang dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik.

Sebagai orang beriman, kita juga meminta bantuan dari Tuhan yang kita imani. Untuk itu, orang mesti tidak takut membuka hatinya kepada Tuhan. Orang mesti membiarkan Tuhan hadir di dalam hidupnya untuk mengatasi rasa takut itu. Dengan demikian, hidup bahagia yang menjadi bagian dari hidupnya. Bukan rasa takut yang menguasi diri kita. Orang yang takut itu orang yang kurang beriman. Orang yang takut itu terlalu mengandalkan dirinya sendiri. Hal ini juga berarti orang menyombongkan dirinya.

Mari kita berusaha untuk terus-menerus membuka hati kita kepada Tuhan. Dengan demikian, hidup kita dipenuhi oleh kuasa Tuhan. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Sabtu, 06 Agustus 2011

Cermat dan Kritis terhadap Tawaran si Jahat

Ada seorang pemuda yang membenci dirinya sendiri. Pasalnya, ia merasa hidupnya tidak pantas. Ia mengaku selalu jatuh ke dalam dosa yang berat. Ia sudah berjuang habis-habisan untuk melawan dosa-dosanya itu. Namun ia merasa tidak mampu. Sebelum tidur malam, ia sudah berjanji untukk tidak lagi melakukan dosa keesokan harinya. Namun ia masih melakukan dosa yang mengganggu pikirannya.

Karena itu, pemuda itu merasa lebih baik ia mengakhiri hidupnya. Ia merasa tidak kuat menghadapi godaan-godaan. Ia ingin hidup suci, tetapi godaan-godaan untuk melakukan dosa selalu menghantui dirinya. Ia ingin hubungannya dengan Tuhan dan sesama selalu harmonis. Namun yang ia jumpai adalah ia semakin jauh dari Tuhan. Dosa-dosa yang ia lakukan itu membuat relasinya dengan Tuhan dan sesama selalu buruk.

Keputusannya adalah ia membenci dirinya sendiri. Ia merasa bahwa hasrat dirinya untuk melakukan dosa selalu mengalahkan kehendak baiknya. Namun suatu ketika ia disadarkan oleh seorang yang suci. Orang suci itu mengatakan kepadanya bahwa ia tidak perlu membenci dirinya sendiri. Justru ketika ia membenci dirinya itu, ia akan gagal dalam usaha untuk keluar dari dosa-dosanya. Yang mesti ia lakukan adalah menciptakan situasi untuk mencintai dirinya sendiri.

Sahabat, kita hidup dalam dunia yang menggoda kita untuk mengikuti kemauan-kemauan si jahat. Si jahat selalu menawarkan hal-hal yang seolah-olah baik untuk diri kita. Si jahat menawarkan orang untuk meraih kekayaan dalam waktu yang singkat dengan cara yang tidak halal. Si jahat selalu berusaha membuka mata kita untuk menerima dan menghidupi tawarannya. Kalau kita tidak cermat dan kritis, kita dengan gampang akan mengikutinya.

Karena itu, seorang beriman dituntut memiliki hati nurani yang jernih. Artinya, orang beriman selalu cermat dan kritis ketika berhadapan dengan suatu godaan. Orang beriman tidak mudah menyerah terhadap setiap bentuk godaan dari si jahat. Mengapa? Karena apa yang ditawarkan si jahat itu hanya bersifat semu. Apa yang ditawarkan oleh si jahat itu hanya memberikan kebahagiaan sesaat saja. Yang ditawarkan si jahat itu hanya akan menghancurkan hidup kita.

Kita saksikan begitu banyak orang menderita, karena mengikuti tawaran-tawaran si jahat. Orang yang mau menjadi kaya dalam waktu yang singkat kemudian merampok harta kekayaan orang lain dengan kasar. Bahkan orang mengorbankan hidup sesamanya hanya demi kekayaan.

Atau ada orang yang merampas uang rakyat dengan tindakan korupsi. Tindakan korupsi itu dosa yang selalu menghantui dirinya. Akibatnya, ia tidak tenang dalam hidupnya. Ia berusaha untuk menghindar, namun tidak bisa. Sampai suatu saat ia dihadapkan ke pengadilan atas tindakan korupsi itu. Ia akan mengalami hidup yang menderita, kalau ia divonis bersalah. Si jahat telah membawa dirinya kepada kehancuran.

Karena itu, mari kita cermat dan kritis terhadap tawaran-tawaran si jahat. Dengan demikian, hidup kita menjadi damai dan tenteram. Kita dapat bersukacita dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Jumat, 05 Agustus 2011

Wariskan Kebaikan kepada Sesama

Banyak orang merasa bahwa hidupnya akan menjadi lengkap, kalau mendapatkan warisan dari pendahulunya. Bahkan ada orang-orang yang memburu warisan itu. Akibatnya, sering terjadi konflik karena persoalan warisan. Orang-orang yang bersaudara pun bisa mengalami konflik, karena warisan itu. Hidup persaudaraan menjadi tidak harmonis. Sesama saudara menjadi saling curiga.

Ikang Fawzi merasa lega, karena satu dari dua anak gadisnya, si bungsu Chikita Fawzi, meneruskan jejaknya sebagai penyanyi rock. Chikita yang kini bekerja di bidang animasi di Malaysia memiliki band beraliran rock. Ia aktif tampil di pentas-pentas musik di Malaysia.

Pria berusia 51 tahun ini berkata, "Di Malaysia, dia jadi animator. Meski banyak kerja malam, ternyata dia masih punya waktu untuk main band."

Ikan Fawzi semakin bangga setelah menyaksikan penampilan Chikita di atas panggung. Menurutnya, Chikita pantas diberi acungan jempol. Ia berkata, "Ternyata dia bisa menyanyi dengan baik. Suaranya punya kekuatan. Dia enggak sekadar menyanyi di atas panggung."

Ikang tidak menyangka Chikita akan mewarisi bakatnya. Tentang hal ini ia berkata, "Sejak umur enam tahun memang dia belajar piano, gitar juga. Tapi, selebihnya dia belajar sendiri saja."

Karena itu, yang ia lakukan adalah mendukung sepak terjang anak gadisnya itu. Apa pun yang dia mau, sebagai orangtua, ia mendukung. Ikang berkata, "Apalagi dulu, saya sempat sedih karena enggak ada yang meneruskan jejak saya. Sekarang saya bangga..."

Sahabat, apa yang Anda wariskan bagi anak-anak Anda? Harta yang berlimpah-limpah? Atau yang Anda wariskan adalah kemampuan-kemampuan yang ada dalam diri Anda? Tentu saja Anda boleh mewariskan apa saja kepada anak-anak Anda. Namun satu hal yang penting adalah warisan yang Anda berikan itu mesti membantu anak-anak Anda menjadi orang-orang yang baik.

Pepatah mengatakan buah yang jatuh itu tidak jauh dari pohonnya. Bakat-bakat yang ada dalam diri seseorang itu juga diwariskan kepada anak-anaknya. Soalnya adalah apakah warisan berupa bakat-bakat itu dapat diteruskan dengan baik? Atau sebaliknya, bakat-bakat itu dibiarkan terlantar dan tidak dikembangkan dengan baik?

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa warisan yang kita tinggalkan bagi penerus kita mesti sesuatu yang baik. Kebaikan yang ada dalam diri kita mesti kita wariskan kepada penerus kita. Semangat hidup kita yang baik menjadi sesuatu yang berguna bagi mereka yang akan membangun hidup yang lebih baik.

Sebagai orang beriman, kita wariskan iman yang baik dan benar kepada orang-orang yang kita jumpai. Orang mewariskan iman yang dimiliki itu kepada sesamanya. Dengan demikian, iman itu bertumbuh dan berkembang dalam hidup sehari-hari. Namun yang diwariskan itu bukan hanya iman. Yang diwariskan itu juga perbuatan-perbuatan yang baik. Mengapa? Karena iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati. Iman itu tampak dalam perbuatan yang baik dan benar. Mari kita wariskan perbuatan-perbuatan yang baik kepada sesama kita. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ

Kamis, 04 Agustus 2011

Meraih Kebahagiaan dengan Cara-cara yang Wajar

Mengikuti keinginan diri bisa-bisa membuat orang ketagihan. Kalau orang tidak dapat mengendalikan keinginan-keinginannya, orang dapat memiliki ketergantungan yang terus-menerus. Karena itu, orang mesti berani membatasi keinginan dirinya. Yang penting bukan memenuhi keinginan itu. Tetapi yang lebih penting adalah orang merasa bahagia dalam hidupnya.

Penyanyi Nindy sudah tak sabar untuk segera kembali lagi ke Kota Solo, Jawa Tengah. Bukan untuk mencari makanan enak atau belanja batik, tetapi ia ingin menari. Keinginan menari itu meluap setelah selama tiga hari sejak Selasa tanggal 4 Mei 2010 lalu, perempuan kelahiran Padang, Sumatera Barat, itu bergabung dengan para penari dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

Tentang menari, ia berkata, "Menari itu ternyata sangat menyenangkan. Badanku tidak capek, malah jadi lebih enak. Aku jadi kepengin (menari) terus."

Penyanyi bernama lengkap Anindya Yandirest Ayunda berusia 22 tahun ini ikut dalam sebuah pentas musikal di Jakarta. Karena itu, ia belajar menari. Tentang latihan menari itu, ia berkata, "Awalnya sulit dan badanku sakit. Itu karena baru pertama kali aku nyoba. Tetapi, setelah dicoba terus, ternyata menyenangkan dan aku suka. Aku pengin cepat-cepat kembali ke Solo."

Sahabat, apa yang dilakukan Nindy merupakan suatu contoh betapa dahsyatnya terpenuhinya keinginan seseorang. Namun orang tidak boleh berhenti pada terpenuhinya suatu keinginan diri sendiri. Orang harus memilah manfaat keinginannya itu bagi kepentingan yang lebih besar. Kalau orang hanya sampai pada usaha meraih keinginan, orang akan cepat bosan dalam hidupnya.

Tentu saja pengalaman Nindy dalam kisah tadi bukan hanya sekedar memenuhi keinginan diri pribadinya. Ia berlatih keras sampai berguling-guling di lantai untuk suatu tujuan yang lebih besar. Berlatih menari itu hanya sebuah sarana untuk mencapai tujuan tampil prima dalam pentas musikal. Ketika ia berlatih dengan baik dan benar, ia mengalami bahagia.

Dalam kehidupan beriman, orang mesti mengalami proses dalam hidupnya. Proses kehidupan itu dijalani dengan suatu usaha keras untuk meraih kebahagiaan diri dan sesama. Hidup orang beriman itu tidak hanya mencari keuntungann bagi dirinya sendiri. Orang beriman tidak hidup untuk dirinya sendiri. Tetapi orang beriman itu selalu berusaha membahagiakan diri dan sesamanya.

Karena itu, dalam meraih kesuksesan dalam hidup, orang beriman mesti berani bekerja bersama yang lain. Orang yang mau terbuka terhadap sesama akan mengalami sukacita dalam hidupnya. Orang akan mengalami bahagia dalam hidup ini. Orang tidak perlu mencari-cari kebahagiaan dengan cara-cara yang tidak manusiawi.

Mari kita berusaha untuk meraih kebahagiaan hidup dengan cara-cara yang wajar dan manusiawi. Kita tidak perlu memaksakan diri kita. Dengan demikian, hidup kita menjadi lebih bahagia. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Rabu, 03 Agustus 2011

Meraih Kebahagiaan dalam Hidup

Setiap orang mendambakan hidup yang bahagia. Untuk itu, ada berbagai usaha untuk meraih hidup yang bahagia. Ada yang kemudian bekerja mati-matian untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya harta kekayaan. Ada yang memuaskan diri dengan berekreasi ke tempat-tempat wisata yang indah permai. Ada yang mengunjungi sebanyak mungkin teman-temannya.

Namun sering orang salah tanggap. Orang merasa bahwa kebahagiaan itu dicapai setelah keinginan-keinginannya terpenuhi. Apalagi keinginan yang terbesar dalam hidup itu sudah terpenuhi, orang akan merasa sangat senang. Orang seolah-olah merasa berada dalam surga. Orang merasa puas. Orang merasa diliputi sukacita yang tiada tara.

Ada seorang gadis yang merasa senang luar biasa, ketika keinginannya untuk bertunangan dengan pria yang diidam-idamkannya terpenuhi. Hatinya berbunga-bunga. Hari-harinya selalu dikuasi oleh perasaan tenang. Namun setelah beberapa bulan, ia mulai merasa bahwa apa yang telah dicapinya itu sebenarnya membuat dirinya tidak bebas lagi. Ia merasa sedih. Apalagi ia seorang gadis karier yang mesti menentukan segala sesuatu untuk kelanjutan hidupnya.

Gadis itu merasa kariernya terancam. Ia tidak habis pikir mengapa hal itu bisa terjadi. Padahal ia telah memutuskan sendiri memiliki pemuda yang menjadi dambaannya. Ia tidak merasa bahagia. Ia merasa ada sesuatu yang hilang dari hidupnya. Ia merasa bahwa hidupnya pun terancam.

Sahabat, kebahagiaan itu bukan hanya soal terpenuhinya keinginan kita. Boleh saja kita meraih keinginan-keinginan yang ada dalam diri kita. Namun bisa saja terjadi bahwa keinginan-keinginan itu justru memasung diri kita. Keinginan-keinginan itu dapat membuat kita tidak bahagia dalam hidup.

Karena itu, orang mesti memiliki pengertian yang benar tentang kebahagiaan. Pengertian yang salah tentang kebahagiaan dapat menyebabkan hidup kita sengsara. Kita dapat menderita lebih parah, ketika kita hanya menyamakan terpenuhinya keinginan dengan kebahagiaan. Untuk itu, orang mesti menguji keinginan-keinginan hatinya. Jangan-jangan keinginan hatinya itu hanya semu belaka. Dengan demikian, orang tidak terjebak pada hanya mengandalkan terpenuhinya keinginan-keinginannya.

Kebahagiaan itu berarti orang memiliki rasa hidup yang benar. Kebahagiaan itu dicapai ketika orang menjalani hidup ini dengan enak, sesuai kebutuhan, seperlunya, secukupnya, semestinya, dan sebenar-benarnya. Kalau orang masih terpasung oleh ambisi pribadi untuk memenuhi keinginan-keinginannya saja, orang gagal meraih kebahagiaan. Orang tidak merasa enak dalam hidupnya. Orang selalu merasa kekurangan dalam hidupnya. Orang belum hidup sebenar-benarnya.

Karena itu, mari kita berusaha mengurangi keinginan-keinginan diri kita. Dengan demikian, kita dapat meraih kebahagiaan hidup yang sebenar-benarnya. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Selasa, 02 Agustus 2011

Meningkatkan Kepedulian terhadap Sesama

Namanya Muhammad Wildan Rabbani Kurniawan. Usianya baru 17 tahun.
Maklum ia baru selesai sekolah di SMA. Wildan meraih nilai terbaik
untuk hasil ujian nasional tingkat SMA se-Jawa Timur 2010 lalu. Wildan
meraih nilai total 57,20 dari enam mata pelajaran, yakni Bahasa
Indonesia (9,00), Bahasa Inggris (9,20), Matematika (10,00), Fisika
(9,75), Kimia (9,75), dan Biologi (9,50). Prestasi bagus itu tidak
hanya membanggakan dan membuatnya bahagia, tetapi sekaligus waswas.
Begitu selesai ujian, Wildan menunggu hasil pengumuman lewat jalur
prestasi dari Universitas Indonesia, Jakarta. Pilihan pertamanya
Fakultas Kedokteran dan kedua Teknik Metalurgi. Kalaupun ia diterima,
rupanya juga tak membuatnya senang, sebab biaya mendaftar Rp 250.000
pun merupakan dana patungan teman-temannya. Semula ia tak yakin bisa
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi selepas SMA. Orangtuanya kini
kerja serabutan setelah usaha kapur tulis lesu sejak sekolah lebih
banyak menggunakan whiteboard dan spidol.

Wildan sangat bersyukur atas pencapaiannya. Remaja asal Dusun
Kebondalem, Desa Mojopurowetan, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik,
ini tak menyangka bisa meraih nilai tertinggi. Tentang hasil
belajarnya, Wildan berkata, "Sepulang sekolah, kalau tidak lelah, saya
sempatkan mengulang pelajaran sekitar satu jam."
Secercah harapan Wildan pun muncul, ketika ada dua pengusaha Jakarta
dan Gresik yang bersedia membiayai kuliah Wildan sampai tuntas.
Sahabat, mendengar kisah di atas kita bertanya pada diri kita,
adilkah dunia ini terhadap kehidupan manusia? Ada begitu banyak anak
Indonesia yang meraih prestasi tinggi dalam pendidikannya. Namun
mereka terbentur oleh biaya yang begitu mahal. Bagaimana mereka dapat
menjadi anak-anak yang memiliki pendidikan tinggi? Bagaimana mereka
memiliki ilmu dan ketrampilan yang tinggi?

Kisah Wildan sebenarnya bukan baru ini terjadi. Ada begitu banyak
anak bangsa yang belum mendapatkan pendidikan yang memadai. Alasannya
tetap sama, yaitu biaya pendidikan bagi mereka.

Saat kampanye pilkada, banyak calon kepala daerah berjanji untuk
meningkatkan pendidikan bagi warganya. Namun apa yang terjadi kemudian
adalah janji-janji kosong belaka. Nyatanya masih banyak anak bangsa
yang putus sekolah. Masih ada begitu banyak anak bangsa yang buta
huruf. Apa yang sebenarnya telah terjadi?
Sebagai orang beriman, kita mesti meningkatkan kepedulian kita
terhadap pendidikan anak-anak bangsa. Uluran tangan kita dapat
membantu sesama yang membutuhkan. Investasi yang kita berikan bagi
sesama akan membahagiakan mereka. Masa depan anak-anak bangsa ini ada
di tangan kita. Demikian pula masa depan bangsa ini ada di tangan kita
semua. Karena itu, pendidikan anak-anak bangsa ini mesti selalu
diperhatikan. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

Senin, 01 Agustus 2011

Keluarga sebagai Sumber Cinta Kasih

Terbetik berita beberapa waktu lalu seorang murid kelas dua sebuah SMP di Jakarta Utara nekat bunuh diri. Ia mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri di rumah. Pasalnya adalah ia sering dimarahi oleh orangtuanya. Menurut keterangan, orangtuanya meminta dirinya untuk rajin sekolah. Orangtuanya melarangnya untuk mengikuti Kelompok Belajar (Kejar) Paket C.

Tidak terima dimarah terus-menerus, bocah berusia lima belas tahun itu nekat menggantung dirinya. Awalnya ia dimarahi oleh orangtuanya, karena ia tidak masuk sekolah. Anak itu memang malas pergi ke sekolah. Akibatnya, dua kali ia tertinggal kelas. Adiknya yang terpaut dua tahun dengannya kini sama-sama duduk di kelas yang sama.

Menurut beberapa warga, anak itu dikenal sebagai anak yang nakal. Dia memiliki hobi balap motor liar. Dia tidak bergaul di daerah di mana ia tinggal. Teman-temannya kebanyakan berasal dari daerah lain.

Sahabat, berita seperti ini tentu saja membuat hati kita sakit. Ada anak manusia yang mesti mengakhiri hidupnya dengan begitu tragis. Seolah-olah tidak ada jalan yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Orang mudah sekali mengambil jalan pintas.

Tentu saja persoalan bunuh diri dari seorang anak mesti diselidiki secara cermat. Ada banyak hal yang menyebabkan seorang anak memutuskan untuk mengakhiri hidupnya secara tragis. Misalnya, keharmonisan yang tidak pernah ia dapatkan dalam hidup berumahtangga. Yang ia peroleh dari keluarganya adalah suasana yang mencekam dirinya. Orangtua yang biasa bertengkar, misalnya, dapat menjadi pemicu seorang anak mengakhiri hidupnya secara tragis. Atau kehadiran dalam keluarga yang tidak diterima dengan baik dapat menimbulkan rasa takut dalam dirinya. Ia pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

Kalau situasi keluarga yang kurang mendukung hidup seorang anak, maka orangtua mesti mawas diri. Orangtua mesti mulai mencari cara-cara yang terbaik untuk memperbaiki kondisi keluarga. Orangtua mesti mulai membangun suatu kehidupan yang lebih harmonis.

Dengan demikian, keluarga dapat menjadi tempat yang membahagiakan bagi seorang anak. Keluarga dapat menjadi tempat bagi seorang anak untuk menimba kasih sayang. Keluarga menjadi tempat bagi seorang anak untuk belajar mencintai hidupnya.

Sebagai orang beriman, kita mesti mendahulukan cinta kasih dalam membangun hidup berkeluarga. Di dalam keluarga itu selalu ada suasana yang bahagia. Dalam keluarga itu masing-masing pihak mampu menimba kebaikan untuk hidup masing-masing. Karena itu, dibutuhkan komitmen bersama dalam membangun hidup bersama yang bersumber dari cinta kasih. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/