Selasa, 02 Agustus 2011

Meningkatkan Kepedulian terhadap Sesama

Namanya Muhammad Wildan Rabbani Kurniawan. Usianya baru 17 tahun.
Maklum ia baru selesai sekolah di SMA. Wildan meraih nilai terbaik
untuk hasil ujian nasional tingkat SMA se-Jawa Timur 2010 lalu. Wildan
meraih nilai total 57,20 dari enam mata pelajaran, yakni Bahasa
Indonesia (9,00), Bahasa Inggris (9,20), Matematika (10,00), Fisika
(9,75), Kimia (9,75), dan Biologi (9,50). Prestasi bagus itu tidak
hanya membanggakan dan membuatnya bahagia, tetapi sekaligus waswas.
Begitu selesai ujian, Wildan menunggu hasil pengumuman lewat jalur
prestasi dari Universitas Indonesia, Jakarta. Pilihan pertamanya
Fakultas Kedokteran dan kedua Teknik Metalurgi. Kalaupun ia diterima,
rupanya juga tak membuatnya senang, sebab biaya mendaftar Rp 250.000
pun merupakan dana patungan teman-temannya. Semula ia tak yakin bisa
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi selepas SMA. Orangtuanya kini
kerja serabutan setelah usaha kapur tulis lesu sejak sekolah lebih
banyak menggunakan whiteboard dan spidol.

Wildan sangat bersyukur atas pencapaiannya. Remaja asal Dusun
Kebondalem, Desa Mojopurowetan, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik,
ini tak menyangka bisa meraih nilai tertinggi. Tentang hasil
belajarnya, Wildan berkata, "Sepulang sekolah, kalau tidak lelah, saya
sempatkan mengulang pelajaran sekitar satu jam."
Secercah harapan Wildan pun muncul, ketika ada dua pengusaha Jakarta
dan Gresik yang bersedia membiayai kuliah Wildan sampai tuntas.
Sahabat, mendengar kisah di atas kita bertanya pada diri kita,
adilkah dunia ini terhadap kehidupan manusia? Ada begitu banyak anak
Indonesia yang meraih prestasi tinggi dalam pendidikannya. Namun
mereka terbentur oleh biaya yang begitu mahal. Bagaimana mereka dapat
menjadi anak-anak yang memiliki pendidikan tinggi? Bagaimana mereka
memiliki ilmu dan ketrampilan yang tinggi?

Kisah Wildan sebenarnya bukan baru ini terjadi. Ada begitu banyak
anak bangsa yang belum mendapatkan pendidikan yang memadai. Alasannya
tetap sama, yaitu biaya pendidikan bagi mereka.

Saat kampanye pilkada, banyak calon kepala daerah berjanji untuk
meningkatkan pendidikan bagi warganya. Namun apa yang terjadi kemudian
adalah janji-janji kosong belaka. Nyatanya masih banyak anak bangsa
yang putus sekolah. Masih ada begitu banyak anak bangsa yang buta
huruf. Apa yang sebenarnya telah terjadi?
Sebagai orang beriman, kita mesti meningkatkan kepedulian kita
terhadap pendidikan anak-anak bangsa. Uluran tangan kita dapat
membantu sesama yang membutuhkan. Investasi yang kita berikan bagi
sesama akan membahagiakan mereka. Masa depan anak-anak bangsa ini ada
di tangan kita. Demikian pula masa depan bangsa ini ada di tangan kita
semua. Karena itu, pendidikan anak-anak bangsa ini mesti selalu
diperhatikan. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/

0 komentar: