Peristiwa ini terjadi terhadap seorang bapak di Pintu Satu Senayan, Jakarta, tahun lalu. Saat itu ia sedang mengendarai mobil. Sekitar dua puluh meter sebelum berbelok ke Jalan Pintu Satu Senayan, ia menyalakan lampu sinyal. Tetapi beberapa pengendara sepeda motor seakan tak perduli. Mereka tetap memaksa dan menerobos. Satu, dua, sepeda motor berhasil lolos. Tetapi sepeda motor ketiga gagal. Tabrakan tak terhindarkan.
Sepeda motor yang dikemudikan dengan kencang itu akhirnya membentur mobil bapak itu dengan keras. Sang pengemudi terpental lalu terhempas di trotoar. Bapak itu menepi dan berhenti.
Sejumlah orang yang menyaksikan peristiwa itu menyuruhnya jalan terus. Menurut mereka, pengendara motor itu yang salah. Sementara ia melihat pengendara sepeda motor bangkit dan dengan terpincang-pincang berusaha mendorong motornya ke pinggir jalan. Hati kecilnya memerintahkannya untuk turun dari mobil.
Mulanya pengemudi sepeda motor tersebut menolak tawarannya untuk diperiksa di Rumah Sakit Djakarta, yang jaraknya tak jauh dari lokasi tabrakan. Dia mengaku hanya butuh waktu sebentar guna memulihkan kondisi tubuhnya. Bapak itu mendesak dan mengatakan akan menanggung biaya pengobatan termasuk kerusakan motornya. Akhirnya dia bersedia.
Setelah membawa pengemudi motor itu ke rumah sakit, meninggalkan uang untuk perbaikan motornya, dan meninggalkan kartu nama, barulah mereka berpisah. Jika harus menghitung "kerugian" dalam peristiwa itu, bukan cuma karena mobil bapak itu yang rusak, tetapi juga banyak waktu yang terbuang.
Menurut bapak itu, sebagai manusia biasa, ada waktunya ia merasa jengkel pada ulah sebagian pengendara sepeda motor di Jakarta. Banyak yang ugal-ugalan dan merasa merekalah "raja jalanan". Mereka seakan tidak perduli pada keselamatan jiwa sendiri dan orang lain. Terlalu banyak pengalaman tidak menyenangkan berhadapan dengan pengendara sepeda motor yang seperti itu.
Sahabat, dalam suatu peristiwa kecelakaan biasanya orang mempersoalkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Orang tidak langsung berpikir tentang korban yang mesti dibantu terlebih dahulu. Orang lebih mementingkan keselamatan dirinya sendiri.
Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa dalam kondisi apa pun keselamatan harus selalu menjadi prioritas utama. Karena itu, bapak itu tidak pertama-tama memikirkan siapa salah, siapa benar. Yang ia pentingkan adalah siapa yang harus diselamatkan terlebih dahulu. Tindakan seperti ini merupakan suatu tindakan yang heroik. Ia berani berkorban untuk keselamatan orang lain. Ia bahkan tidak memikirkan kerusakan dan kerugian yang diderita oleh dirinya.
Tentu saja sikap seperti ini adalah sikap orang yang memiliki iman yang dalam kepada Tuhan. Orang yang berani mengorbankan hidupnya demi keselamatan orang lain menunjukkan kesetiaannya kepada Tuhan. Tuhan telah memberi hidup ini kepadanya. Karena itu, ia mesti meneruskan hidup ini kepada orang lain.
Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa berani mempertaruhkan hidup kita bagi keselamatan sesama. Dengan demikian, dunia ini menjadi tempat yang aman dan damai bagi semua orang. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com/
0 komentar:
Posting Komentar